Jumat, 25 Desember 2009

OBAT DAN JAMU BANYAK YANG RAWAN HARAM

Dengan obat kita berhjarap penyakit tersembuhkan, tubuhpun sehat dan segar kembali. Namun apakah obat yang masuk ke tubuh kita sudah benar-benar halal dan thayib?

Atas dasar kedaruratan sebelum dilihat sejauh mana kedaruratan yang dimaksud kadang orang sering menganggap obat apapun boleh saja diminum untuk menyembuhkan. Padahal, menurut Ustadz Abdul Karim MA, Ketua Komisi Fatwa MUI Depok, kondisi darurat sendiri harus benar-benar dipastikan kedaruratannya. ‘Kondisi darurat itu kalau kita tidak lakukan dalam konteks ini tidak memakan atau meminumnya, kita akan mati, tidak ada pilihan lain, untuk kondisi ini apapun halal,’ jelas Muslih.

Penjelasan Ustadz Muslih ini didasarkan pada hadits : Sesungguhnya Allah SWT telah menurunkan penyakit beserta obatnya. Dia menciptakan obat bagi setiap penyakit. Berobatlah kalian dan jangan berobat dengan yang haram.’ (HR Abu Daud)

Namun bilamana ada pilihan lain untuk menggunakan obat lain yang halal, tentu saja kondisinya darurat lagi. ‘Kalau ada pilihan obat yang tidak haram, maka kita tidak boleh berobat pada yang haram,’ lanjut Dosen Pasca SArjana Universitas Islam Negeri Jakarta ini.

Obat sendiri menurut Dra Dyah Sulistyorini MSc, Apt. ahli farmasi yang berdomisili di Yogyakarta, adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan pertama, untuk pengobatan, peredaran, pencegahan atau diagnosa suatu penyakit kelainan fisik atau ngejala-gejala pada manusia dan hewan. Yang kedua obat digunakan dalam pemulihan, perbaikan atau pengubahan organic pada menusia atau hewan.

Pemakaian obat ada yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia entah diminum, dimakan, atau disuntikkan maka obat bisa dianalogikan sebagai makanan atau minuman. Maka jelas prinsip kehalalan amat diprioritaskan demi kebersihan jiwa dan raga muslim itu sendiri.

Kerawanan obat

Dari segi kehalalannya banyak bahan, seperti diakui Dyah, yang memang diragukan kehalalannya.’ Titik rawan atau ketidak halalannya bisa berupa bahannya sendiri, kemudian juga pada proses pembuatannya, atau malah keduannya. Bisa jadi zat aktif yang halal dicampurkan dengan zat pengisi atau zat tambahan lain yang tidak halal,’ jelasnya.

Untuk beberapa jenis obat kandungan haram sebenarnya bisa diganti dengan bahan lain yang halal. Misalnya alcohol sebagai pelarut zat aktif, sebenarnya bisa diganti dengan cairan pelarut lainnya. Namun tetap saja masih lebih banyak yang menggunakan olkohol ketimbang zat pelarut lainnya karena deanggap lebihefektif.

Sayangnya, kebanyakan obat-obatan hanya mencantumkan bahan aktifnya pada ingridiennya, tidak termasuk bahan-bahan pendukungnya. Inilah yang menyulitkan konsumen untuk menemukan produk obat yang halal. Kerenanya bertanya pada apoteker atau mencari informasi pada BP POM bisa dilakukan untuk kehati-hatian.

Pada beberapa obat, memang bisa diganti dengan obat lain yang halal namun, aku Dyah, namun ada pula obat-obatan dan perlengkapan kedokteran untuk sementara ini yang sulit digantikan dengan bahan lain yang halal. Misalnya obat-obatn yang digunakan untuk operasi yang biasanya berasal dari babi seperti benang operasi dan lain sebagainya. ‘ Tidak mudah mencari gantinya karena memang secara fisiologi babi itu punya struktur DNA yang mirip manusia,’ kata lulusan S2 Analytical Chemistry, University of salford, Manchester Inggris ini. Dengan kemiripan itu, unsur babi memang bisa cepat beradaptasi dengan tubuh manusia.

Penggunaan unsure babi dalam berbagai bentuk ini sebenarnya juga didasarkan atas pertimbangan ekonomi. Terutama di Negara barat, sebagai penngimpor obat-obatan, babi amat mudah didapat dan murah lantaran perkembang biakan babi yang amat cepat dibanding sapi, misalnya.

Obat-obatan traditional

Kembali kea lam memang lebih menentramkan. Begitupun dalam dunia pengobatan. Bahan-bahan alami, seperti aneka tumbuhan, kembali dilirik sebagai bahan obat-obatan. Aneka bahan ini biasanya diracik menjadi jamu, ‘jamu itu memang juga mempunyai nkasiat yang positive. Kami sendiri, di Universitas Gajah Mada, mempunyai Pusat Penelitian Obat Traditional PPOT. Jadi obat-obatan jenis ini memang bisa dipertanggung jawabkan efek terapik dan farmakologinya,’ jelas Diah yang pernah bekerja sebagai peneliti di dua perusahaan obat di Inggris.

Namun, walau jelas bermanfaat, penggunaan ramuan inipun perlu diperhatikan. ‘ Jika tidak dikonsumsi secara benar, jamupun memiliki efek samping,’ imbuh ibu dua anak ini. Misalnya saja jamu godokan yang diminum tampa takaran jelas.’ Jamu itu punya zat aktuf yang bertakar dan punya dosis maksimum yang apabila dosis maksimum itu dilampaui maka akan menghasilkan efek samping yang membahayakan bagi kesehatan,’ urai Dyah yang bekerja di Balai POM Yogyakarta.

Lalu perlu diwaspadai juga penggunaan unsure hewan dalam obat-obatan tradisional, seperti obat-obatan china yang kadang memakai darah ular atau hewan lainnya. Yang kemudian juga berpotensu membahayakan adalah kandungan zat kimia yang tidak aman yang disertakan dalam jamu oleh produsen yang tidak bertanggung jawab.

Potensi ketidak halalan juga terjadi saat menyajikan jamu, misalnya dengan menyertakan anggur obat atau kolesom (bisa digolongkan sebagai khamr) saat meminumnya. Ataupun ketika serbuk jamu dikemas dalam kapsul yang belum jelas halalnya.

Sertifikat halal masih sedikit

Konsumen Indonesia masih menurut Dy ah memang dinilai gampang percaya. Tanpa banyak Tanya, segala macam obat bisa dicoba untuk menyembuhkan penyakit, termasuk menggunakan bahan-bahan yang tak jelas halalnya. Seperti memngonsumsi cacing, kelelawar, biawak dan sebagainya. Bahkan walau infonya tak benar, tetap dipercaya. Kadang-kadang tidak rasional.’ Seru Dyah. Padahal belum ada bukti-bukti ilmiah bahwa obat itu hanya dari mulut ke mulut saja. Belum ada penelitian olmiah yang menyatakan bahan-bahan itu valid untuk dikonsumsi,’ tambahnya.

Dyah juga menyesalkan amat sedikitnya obat-obatan yang bersertifikat halal. Apalagi karena memang tak ada kewajiban dari pemerintah bagi para produsen untuk mendaftarkan produknya. Alasan darurat dalam pengobatan seringkali dilontarkan seolah faktor kehalalan diabaikan begitu saja, baik oleh produsen maupun konsumen. Padahal kondisi darurat tentu tak bisa selamanya.

Karenanya Dyah menharapkan konsumen di Indonesia bisa lebih bijak dalam memilih dan menggunakan obat-obatan. Supaya kesehatan bisa terjaga dan tubuh juga terjaga dari barang yang tidak halal dan tidak thayib. Begitupun,m pengembangan bidang farmasi dan kedokteran oleh ilmuwan muslim amat diharapkan agar konsumen muslim tak lagi terpaksa mengonsumsi obat-obatan haram.

Waspadai titik rawan obat


Alcohol

Kandungan alcohol biasanya terdapat dalam obat-obatan cair, seperti sirup, obat batuk, obat flu, paracetamol, (pereda sakit/demam-red) dsb. Bahkan pada beberapa produk obat ditemukan penggunaan alcohol sampai 10% lebih, melampaui batas yang ditetapkan LP POM MUI sebesar 1 %.
Sebenarnya fungsi alcohol, kata Dyah adalah untuk melarutkan zat aktif. Misalnya pada paracetamol sirup, bahan paracetamol dilarutkan dengan alcohol baru kemudian dibuat sirup. Maka untuk paracetamol, utamanya anak-anak Dyah menganjurkan untuk memilih yang bentuknya suspensi (cirinya harus dikocok terlebih dahulu), yang biasanya memakai pelarut yang bukan alcohol. Bukan yang bening.

Kapsul

Kapsul digunakan untuk mewadahi obat, yang berbentuk bubuk (hasil racikan), cair, pasta dsb, agar lebih mudah diminum. Kapsul menjadi rawan haram lantaran bahan pembuatnya adalah gelatin yang bisa berasal dari kulit dan tulang babi atau sapi.
Menurut Dyah, gelatin yang berasal dari babi ini memang relative murah dari pada gelatin sapi. Oleh karena itu banyak digunakan untuk kapsul. Namun begitu, walau lebih mahal, kapsul dari gelatin sapi banyak juga beredar di Indonesia. Karena itu, bila memungkinkan usahakan kapsul yang kita gunakan berasal dari sapi. Atau sebagai kehati-hatian, jangan gunakan obat yang dikemas dalam kapsul.

Insulin

Para penderita diabetes mellitus (kencing manis) adalah pengguna setia insulin yang biasanya disuntikkan ketubuh, terutama penderita diabetes tipe l yang amat tergantung pada insulin. Insulin dihasilkan dari pancreas babi atau sapid an yang banyak beredar di pasaran adalah dari babi. Insulin sintetis ternyata juga tidak bisa terlalu diandalkan. Untuk itu amat perlu kewaspadaan bila menggunakan insulin. Selama masih memungkinkan pilihlah insulin yang halal.

Plasenta

Selain berguna untuk bahan kosmetika, plasenta juga digunakan untuk obat-obatan. Salah satunya sebagai obat untuk melancarkan air susu ibu (ASI). Perlu diwaspadai apakah plasenta itu berasal dari manusia atau hewan. Dan bila berasal dari hewan, hewan apa yang dimaksud.

Urine

Beberapa waktu belakangan terapi urine dipercaya bisa untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit dan menambah kebugaran tubuh. Walau bisa jadi terbukti secara ilmiah, urine bagi umat islam adalah najis yang tak boleh dikonsumsi. Apalagi dalam terapi ini seseorang harus meminum urine dalam jangka waktu lama sampai menunjukkan hasilnya.

Cacing

Cacing biasanya untuk obat typus atau obat penambah stamina tubuh. Di apotik atau took obat juga dijual ekstrak cacing yang dikemas dalam kapsul untuk memudahkan mengonsumsinya. Untuk kasus ini, fatwa MUI tahun 2000 membenarkan adanya pendapat ulama (Imam Malik Ibnu Abi Laila dan Al Auza’i) yang menghalalkan memakan cacingnsepanjang bermanfaat dan tidak membahayakan. Dan MUI pun membenarkan pendapat ulama (Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i) yang mengharamkan memakannya.





Sumber: ummi/maret 2007




0 comments:

Posting Komentar

Bunda Dan Ananda © 2008 Template by:
bunda dan ananda