Sabtu, 17 Januari 2015

PEMBUKTIAN CINTA IBU KEPADA ANAK


Anak tidak bisa merasakan dan menikmati cinta dan kasih sayang orang tua, jika tidak dibuktikan. Bagaimana membuktikannya ?

Mengapapa harus lembut?

Rasulullah saw mengibaratkan anak seperti kertas putih bersih, tergantung pada orang tuanya, mau ditulis dengan tinta warna merah, hijau atau jingga. Orang tua terlalu cepat memvonis nakal, malas, bandel atau bahkan durhaka terhadap anak-anaknya sendiri, padahal merekalah yang paling dominan membentuk karakter dan kepribadian anak-anaknya. Kalaupun itu benar, bukankah para orang tua yang lebih bertanggung jawab atas sifat-sifat buruk itu?
Realitas ini perlu diketahui, sebab sering terjadi, orang tua yang sangat mencintai anaknya harus kecewa melihat kenyataan si anak menjadi Bengal dan pembantah, orang tua merasa telah mengorbankan apa saja demi anaknya, tapi justru mereka menjadi pemberontak. Sebagian orang tua menganggap bahwa untuk meluruskan sikap anak yang kurang baik harus ditempuh cara-cara yang keras, seperti menghukum, berkata-kata keras dan kasar. Cara seperti itu tak mungkin berhasil, malah sebaliknya dapat menimbulkan dendam pada diri anak.
Berbuat lembut kepada anak, sama sekali bukan berarti harus menuruti semua permintaan anak. Orang tua terlebih dulu memahami pendapat dan keinginan anak yang sering konyol serta tidak masuk akal, kemudian dengan penuh kasih sayang mengarahkannya untuk mengerti batas antara boleh dan tidak.
Perkataan kasar dan pemberian hukuman, adalah hal yang tidak diingini semua anak, walaupun menurut orang tua semua itu demi kebaikan anak semata. Yang dirasakan anak hanyalah bahwa kemarahan itu menjadi bukti ketidaksenangan orang tua kepadanya. Maka, satu kunci paling ampuh dalam ilmu mendidik anak adalah dengan berlaku lemah lembut penuh cinta kasih, walau dalam keadaan marah sekalipun.

Menawarkan kebaikan

“Anak biasanya memberikan tanggapan (reaksi) yang lebih baik jika diberi senyum dan diajak bicara dengan sikap hangat dan penuh kasih sayang, “ tulis Dr. Burstein dalam buku Dr Burstein’s Book on Children.
Sidney D. Craig pun menegaskan pendapat itu dengan didukung bukti dan argumentasi yang kuat. Orang tua harus tetap menunjukkan kasih sayang walau di saat anak sedang melakukan kesalahan. Justru itulah saat yang tepat untuk menunjukkan rasa cinta kasih.
“Sifat dasar manusia akan mengalami gejolak perasaan menghargai yang amat dalam terhadap orang lain yang menawarkan kebaikan kepadanya,” kata Sidney dalam Raising your Child, not by force but by love. Hal ini menciptakan perasaan wajib untuk membalas kebaikan orang tersebut.

Pahami alasan anak

Perintah bersikap lembut juga berlaku bagi orang tua yang menginginkan anaknya patuh. Perlu diketahui bahwa semua anak mempunyai harga diri sebagaimana orang dewasa. Mereka tidak ingin harga dirinya dinjak-injak, walaupun oleh orang tuanya sendiri. Mereka tetap ingin menjaga harga dirinya, walaupun harus dengan cara melawan. Inilah hakekat menusia yang tidak hanya berlaku pada orang dewasa saja, tapi juga buat anak-anak.
Anak-anak mempunyai dunia sendiri. Salah dan benar mestinya diukur dari dunia mereka dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan kejiwaannya. Bisa jadi menurut orang tua tindakan anaknya merupakan kesalahan fatal, tapi menurut anak-anak, hal itu bukan kesalahan. Mereka mempunyai alasan sendiri.
Tak usah menjelek-jelekkan anak dengan tuduhan malas dan bandel, tak usah pula mengungkit-ungkit kesalahan mereka yang sebenarnya mereka sendiripun sudah tahu. Bicaralah dengan lembut dan nada yang tenang, sambil tetap member senyuman.

Menahan emosi?

Kekasaran kata-kata dan kebiasaan marah, bisa dikarenakan orang tua tidak mampu menahan emosi. Padahal ketika berada dalam kondisi jiwa yang stabil, tidak terlalu sulit untuk bisa bersabar dan berlemah lembut. Sayangnya, tugas dan kewajiban menangani urusan rumah tangga yang begitu berat, sebagai sebuah rutinitas yang membosankan, dan menghabiskan waktu lama dapat memperlemah kondisi kejiwaan ibu, sehingga menjadi emosional dan cepat marah.
Dibandingkan berbagai jenis pekerjaan lain, profesi ibu rumah tangga memang memiliki risiko kebosanan tingkat tinggi. Karena ibu harus menempuh profesi tersebut selam 24 jam dalam sehari, di kantor yang juga rumahnya, hanya saja berpindah-pindah dari kamar ke kamar semata. Orang-orang yang ditemuinya pun tak brganti dari hari ke hari, selama bertahun-tahun! Kondisi pekerjaan yang mengenaskan ini lebih diperparah lagi dengan ketidakpedulian suami serta masyarakat yang kerap melupakan, tidak mempedulikan kerja berat ibu atau istri. Masyarakat masih menilai pekerjaan rumah tangga sebagai urusan domestic yang sepele dan rendah.
Konflik antara suami istri ikut meramaikan suasana rumah membuat keadaan menjadi lebih panas. Banyak kaum ibu yang tak memiliki penyaluran yang baik untuk meredam emosinya. Sehingga menjadikan anak sebagai sasaran pelampiasan emosi.
Ada pula ayah ibu yang berperilaku kasar karena watak dan karakter kasar yang membentuk kebiasaan hidupnya. Mereka yang dibesarkan dengan disiplin militer yang keras, misalnya besar kemungkinan akan tumbuh dengan kepribadian kaku dank eras. Ada kecenderungan orang tua semacam itu akan berlaku keras dan kasar kepada anak-anaknya.
Selain itu, karakter kasar bisa terbentuk oleh lingkungan terpengaruh oleh adat budaya masyarakat yang memang kasar. Beberapa suku bangsa di Indonesia memiliki budaya hidup yang lebih keras dan kasar di banding suku yang lain. Penyebabnya bisa jadi karena tantangan hidup yang dihadapinya mengharuskan mereka berperilaku seperti itu.
Karakter dasar yang keras, kasar, dan emosional tersebut bisa jadi akan merusak pola pendidikan anak. Itu sebabnya, terhadap dirinya sendiri, para orang tua sebaiknya bermuhasabah, melakukan introspeksi, dan mampu mengubah karakter kasar yang merugikan tadi, sebelum menularkannya kepada anak-anaknya.

Penyebab ibu berlaku kasar dan emosional, adalah :
  • Kelelahan mengerjakan tugas rumah tangga
  • Kebosanan karena terkungkung di lingkungan rumah
  • Jenuh akibat pergaulan terbatas
  • Kurang dihargai suami dan lingkungan
  • Pelampiasan konflik dengan suami
  • Pengaruh latar belakang pola pendidikan keluarga ketika kecil
  • Karakter dasar suku bangsanya
Sumber : Buku Mendidik dengan Cinta (Irawati Istadi)

0 comments:

Posting Komentar

Bunda Dan Ananda © 2008 Template by:
bunda dan ananda