Selasa, 17 Juli 2018

ANAKKU KAPAN MANDIRI?



Orang tua mana yang tak mau melihat anaknya tumbuh menjadi anak yang mandiri? Nanti ketika sudah besar mampu hidup dengan usaha sendiri, menjadi orang yang sukses di dunia dan akherat. Iniah harapan setiap orang tua dalam medidik anak-anaknya. Menjadikannya anak yang shalih, berbakti dan mandiri.


Mandiri sejak kecil     
                               
                           
Seikap mandiri seorang anak sudah dapat dibiasakan sejak ia masih kecil. Memakai pakaian sendiri, menalikan sepatu sendiri, atau melakukan berbagai macam pekerjaan kevil sehari-hari lainnya sendiri. Kedengarannya mudah, namun dalam prakteknya pembiasaan ini banyak kesulitannya. Tidak jarang orang tua merasa tidak tega atau tidak sabar melihat si kecil yang berusaha menalikan sepatunya selama beberapa menit belum juga memperlihatkan keberhasilan. Orang tua juga seringkali langsung member segudang nasehat, lengkap dengan cara pemecahan yang harus dilakukan, ketika anak selesai menceritakan pertengkaran dengan teman sebangkunya.
Memang masalah sehari-hari yang diahadapi anak dapat dengan mudah diatasi apabila ada campur tangan dari orang tua. Namun, cara ini tentu tidak akan membantu  dan mendidik si kecil bersikap mandiri. Ia akan terbiasa “lari” krpada orang tua apabila menhadapi persoalan, sekalipun itu permasalahan kecil. Dengan kata lain, ia terbiasa tergantung pada orang lain untuk hal-hal yang kecil sekalipun.

Mendidik Mandiri  
                                                                                                  
Orang tua diperintahkan agama untuk mendidik anak-anaknya menjadi manusia yang mandiri, punya semangat tinggi, juga jadi seorang pekerja yang bermental baja, agar kelak anak menjadi orang erhormat di hadapan manusia, Alah , dan Rosul-Nya.
Rosulullah bersabda:” seorang diatara kalian mengambil ralinya lalu dia memikul seikat kayu bakar diatas punggungnya, lalu dia jual sehingga dengan begitu Allah menyelamatkan mukanya, adalah lebih baik baginya daripada meminta-minta kepada orang baik diberi maupun tidak.” (Riwayat Bukhari)
Lalu upaya yang dilakukan orang tua untuk membiasakan anak menjadi muslim mandiri, kuat, tidak cenderung menggantungkan diri pada seseorang, serta mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan? Berikutnya beberapa hal yang bisa kita tetapkan:

  •      Beri kesempatan memilih
Anak yang terbiasa berhadapan dengan situasi atau hal-hal yang sudah ditentukan oleh orang lain, akan malas melakukan pilihan sendiri. Sebaliknya bila ia terbias dihadapkan pada beberapa pilihan ia akan terlatih untuk membuat keputusan sendiri. Misal sebelum menentukan menu di hari itu, ibu member beberapa alternative masakan yang dapat dipilih oleh si kecil untuk makan siangnya. Atau dalam memilih pakaian yang akan dipakai untuk pergi silaturahmi ke tempat nenek atau tempat temannya, mereka juga diberi kesempatan. Insyaallah, kebiasaan untuk membuat keputusan-keputusan sendiri dalam lingkup kecil sejak dini, kelak akan memudahkannya menentukan serta memutuskan sendiri hal-hal yang terjadi dalam hidupnya.
  •  Hargailah usahanya

Hargailah sekecil apa pun usaha yang diperlihatkan anak untuk mengatasi sendiri kesulitan yang ia hadapi. Orang tua biasannya tidak sabar menghadapi anak yang membutuhkan waktu lama untuk membuka sediri kaleng permennya. Terutama bial saat itu ibu sedang sibuk di dapur, misalnya. Untuk itu, sebaiknya orang tua member kesempatan padanya mencoba, tidak langsung  turun tangan untuk membantu membukakannya. Jelaskan juga padanya bahwa untuk membuka kaleng akan lebih mudah untuk menggunakan ujung sendok, misalnya. Kesempatan yang kita berikan ini akan dirasakan anak sebagai penghargaan atas usahanya, sehingga akan mendorongnya untu melakukan sendiri hal-hal kecil seperti itu.

  •     Hindari banyak bertanya

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan orang tua , yang sebenarnya dimaksudkan untuk menunjukkan perhatian pada si kecil, dapat diartikan sebagai sikap  yang terlalu mau tahu. Karena itu hindari kesan cerewet. Misalnya, anak yang baru kembali dari sekolah, akan kesal bila diserang dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu”Belajar apa saja di sekolah?”, atau “Kenapa seragamnya kotor? Pasti kamu berkelahi disekolah!” dan seterusnya. Sebaliknya, anak akan senang dan merasa diterima apabila disambut dengan kalimat pendek, “ Assalamu’alaikum anak ummi, sudah pulang sekolah, ya?” sehingga kalau ada hal-hal yang ingin ia ceritakan, dengan sendirinya anak akan bercerita, tanpa harus di dorong-dorong.

  •      Jangan langsung menjawab pertanyaan.

Meskipun salah satu tugas orang tua adalah memberi informasi serta pengetahuan yang benar kepada anak, namun sebaliknya orang tua tidak langsung menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Sebaliknya, member kesempatan padanya untuk menjawab pertanyaan tersebut. Tugas kita adalah mengoreksinya apabila salah menjawab, atau member penghargaan kalau ia benar. Kesempatan ini akan melatihnya untuk mencari beragam alternative dari suatu pemecahan masalah. Misalnya, “Bu, kenapa sih, kita harus shalat 5 kali sehari?” biarkan anaknya menjawab terlebih dahuludan kita jangan langsung menjawab pertanyaannya tersebut. Dengan demikian, anak terlatih untuk tidak begitu saja menerima jawaban orang tua, yang akan diterima mereka sebagai satu jawaban yang baku. Kita cukup mengarahkan bahwa agama mnganjurkan demikian dan seterusnya.

  •      Dorong untuk melihat alternative
sebaiknya anak pun tahu bahwa untuk mengatasi suatu masalah, orang tua bukanlah satu-satunya tempat untuk bertanya. Masih banyak sumber-sumber lain diluar rumah yang dapat membantu untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Karena itu, cara yang dapat dilakukan orang tua adalah dengan member tahu sumber lain yang tepat untuk dimintai tolong. Untuk mengatasi suatu masalah tertentu. Dengan demikian anak tidak hanya tergantung pada orang tua, yang bukan tidak mungkin kelak justru akan menyulitkan dirinya sendiri. Misalnya, ketika si anak datang pada orang tua dan mengeluh bahwa sepedanya mengeluarkan bunyi bila dikendarai. Maka kita arahkan si kecil untuk membawanya ke bengkel, ‘coba ya, nanti kita bawa ke bengkel sepeda.”

  •        Jangan patahkan semangatnya

Tidak jarang orang tua ingin menghindarkan anak dari rasa kecewa dengan mengatakan “mustahil” terhadap apa , yang sedang diupayakannya. Sebenarnya apabila anak sudah mau memperlihatkan keinginannya untuk mandiri, dorong ia untuk terus melakukannya. Jangan sekali-kali kita membuatnya kehilangan motivasi atau harapan mengenai sesuatu yang ingin dicapainya. Jika anak minta izin untuk pulang  TPA dengan mobil antar jemput, jangan keburu dijawab, “wah, kalau Hasan mau naik mobil antar jempu, kan Hasan harus bangun lebih siang, telat shalat ashar dan sampai rumah lebih malam.” Katakana saja, “Hasan mau naik mobil antar jemput siapa? Wah, kedengarannya menyenangkan, ya. Coba Hasan ceritakan pada ibu kenapa Hasan mau naik mobil antar jemput, kan kalau jalan banyak teman dan pahalanya juga lebih banyak.” Dengan cara ini paling tidak anak mengetahui bahwa orang tua sebenarnya mendukung untuk bersikap mandiri. Meskipun akhirnya, dengan alasan-alasan yang kita ajukan, keinginannya tersebut belum dapat dipenuhi.

Orang Tua Bangga

Sebagi orang tua pasti bangga, bila memiliki anak-anak yang walaupun masih kecil mengetahui apa yang menjadi tugasnya, dan mampu menyelesaikannya tanpa harus disuruh, tanpa harus dimarahi. Pendidikan seperti ini bisa lebih banyak dilakukan di dalam rumah. ibulah yang paling bertanggung jawab mendidik si kecil agar kelak menjadi orang yang hebat, seorang da’I, professor. Ataupun mujahid andalan masa depan. Dengan tugas ini kalau seorang ibu bisa berhasil maka pasti ia akan bangga karena telah mampu mengemban amanah dari Allah SWT untuk mendidik si kecil menjadi manusia pilihan yang sholih dan sholihah.

Anak yang mandiri juga akan bisa menjunjung derajat orang tua, apalagi jika dia tumbuh menjadi orang yang taat pada Allah SWT, berbakti pada orang tua, dan cinta dengan sesame. Orang tuanya akan disebut-sebut sebagai orang yang berhasil mendidik putranya sekaligus bisa menjadi contoh orang-orang disekitarnya.

Dari Abu Mas’ud (Uqbah)  bin Amru Al Anshary ra berkata: “ bersabdalah Rasulullah, ‘Barang siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia mendapatkan pahala sama dengan yang mengerjakannya.” (Riwayat Muslim)

Dengan demikian apabila apa yang kita didikkan pada anak ditiru oleh para tetangga atau orang lain, kita akan mendapatkan bagian pahala di sisi Allah SWT sebanyak orang yang mengikuti tanpa harus mengurangi pahala orang-orang tersebut.

Dari Abu Hurairah ra, menceritakan bahwa, Rasulullah SAW bersabda :” Barang siapa yang mengajak ke jalan hidayah (kebaikan), maka baginua adalah pahala seperti  pahala pengikutnya, dengan tidak mengurangi sedikit pun pahala dari mereka. Dan barang siapa yang mengajak ke jalan sesat maka ia menanggung dosa sebanyak dosa sebanyak dosa-dosa mereka sedikitpun." (Riwayat Muslim)

Oleh karena itu berbahagialah ibu jika berhasil menenmkan satu sunnah kebaikan di lingkungan kita. Yakinlah pahala akan selalu mengalir tanpa kita sadari. Didiklah anak-anak menjadi hamba Allah yang shalih. Kuat, dan mandiri! Bermanfaat. (Abu Amal)

Sumber :Bina Anak Sholih, Majalah NIKAH vol.2 No.8 Nopember 2003

0 comments:

Posting Komentar

Bunda Dan Ananda © 2008 Template by:
bunda dan ananda