Orang tua mana yang tak mau melihat anaknya tumbuh menjadi anak yang mandiri? Nanti ketika sudah besar mampu hidup dengan usaha sendiri, menjadi orang yang sukses di dunia dan akherat. Iniah harapan setiap orang tua dalam medidik anak-anaknya. Menjadikannya anak yang shalih, berbakti dan mandiri.
Mandiri sejak kecil
Seikap mandiri seorang anak sudah dapat dibiasakan sejak ia
masih kecil. Memakai pakaian sendiri, menalikan sepatu sendiri, atau melakukan
berbagai macam pekerjaan kevil sehari-hari lainnya sendiri. Kedengarannya mudah,
namun dalam prakteknya pembiasaan ini banyak kesulitannya. Tidak jarang orang
tua merasa tidak tega atau tidak sabar melihat si kecil yang berusaha menalikan
sepatunya selama beberapa menit belum juga memperlihatkan keberhasilan. Orang tua
juga seringkali langsung member segudang nasehat, lengkap dengan cara pemecahan
yang harus dilakukan, ketika anak selesai menceritakan pertengkaran dengan
teman sebangkunya.
Memang masalah sehari-hari yang diahadapi anak dapat dengan
mudah diatasi apabila ada campur tangan dari orang tua. Namun, cara ini tentu
tidak akan membantu dan mendidik si
kecil bersikap mandiri. Ia akan terbiasa “lari” krpada orang tua apabila
menhadapi persoalan, sekalipun itu permasalahan kecil. Dengan kata lain, ia
terbiasa tergantung pada orang lain untuk hal-hal yang kecil sekalipun.
Mendidik Mandiri
Orang tua diperintahkan agama untuk mendidik anak-anaknya
menjadi manusia yang mandiri, punya semangat tinggi, juga jadi seorang pekerja
yang bermental baja, agar kelak anak menjadi orang erhormat di hadapan manusia,
Alah , dan Rosul-Nya.
Rosulullah bersabda:” seorang diatara kalian mengambil
ralinya lalu dia memikul seikat kayu bakar diatas punggungnya, lalu dia jual
sehingga dengan begitu Allah menyelamatkan mukanya, adalah lebih baik baginya
daripada meminta-minta kepada orang baik diberi maupun tidak.” (Riwayat
Bukhari)
Lalu upaya yang dilakukan orang tua untuk membiasakan anak
menjadi muslim mandiri, kuat, tidak cenderung menggantungkan diri pada
seseorang, serta mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan? Berikutnya
beberapa hal yang bisa kita tetapkan:
- Beri kesempatan memilih
Anak yang terbiasa berhadapan
dengan situasi atau hal-hal yang sudah ditentukan oleh orang lain, akan malas
melakukan pilihan sendiri. Sebaliknya bila ia terbias dihadapkan pada beberapa
pilihan ia akan terlatih untuk membuat keputusan sendiri. Misal sebelum
menentukan menu di hari itu, ibu member beberapa alternative masakan yang dapat
dipilih oleh si kecil untuk makan siangnya. Atau dalam memilih pakaian yang
akan dipakai untuk pergi silaturahmi ke tempat nenek atau tempat temannya,
mereka juga diberi kesempatan. Insyaallah, kebiasaan untuk membuat
keputusan-keputusan sendiri dalam lingkup kecil sejak dini, kelak akan
memudahkannya menentukan serta memutuskan sendiri hal-hal yang terjadi dalam
hidupnya.
- Hargailah usahanya
Hargailah sekecil apa pun usaha
yang diperlihatkan anak untuk mengatasi sendiri kesulitan yang ia hadapi. Orang
tua biasannya tidak sabar menghadapi anak yang membutuhkan waktu lama untuk
membuka sediri kaleng permennya. Terutama bial saat itu ibu sedang sibuk di
dapur, misalnya. Untuk itu, sebaiknya orang tua member kesempatan padanya mencoba,
tidak langsung turun tangan untuk
membantu membukakannya. Jelaskan juga padanya bahwa untuk membuka kaleng akan
lebih mudah untuk menggunakan ujung sendok, misalnya. Kesempatan yang kita
berikan ini akan dirasakan anak sebagai penghargaan atas usahanya, sehingga
akan mendorongnya untu melakukan sendiri hal-hal kecil seperti itu.
- Hindari banyak bertanya
Pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan orang tua , yang sebenarnya dimaksudkan untuk menunjukkan perhatian
pada si kecil, dapat diartikan sebagai sikap
yang terlalu mau tahu. Karena itu hindari kesan cerewet. Misalnya, anak
yang baru kembali dari sekolah, akan kesal bila diserang dengan
pertanyaan-pertanyaan seperti itu”Belajar apa saja di sekolah?”, atau “Kenapa
seragamnya kotor? Pasti kamu berkelahi disekolah!” dan seterusnya. Sebaliknya,
anak akan senang dan merasa diterima apabila disambut dengan kalimat pendek, “
Assalamu’alaikum anak ummi, sudah pulang sekolah, ya?” sehingga kalau ada
hal-hal yang ingin ia ceritakan, dengan sendirinya anak akan bercerita, tanpa
harus di dorong-dorong.
- Jangan langsung menjawab pertanyaan.
Meskipun salah satu tugas orang
tua adalah memberi informasi serta pengetahuan yang benar kepada anak, namun
sebaliknya orang tua tidak langsung menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan. Sebaliknya, member kesempatan padanya untuk menjawab pertanyaan
tersebut. Tugas kita adalah mengoreksinya apabila salah menjawab, atau member penghargaan
kalau ia benar. Kesempatan ini akan melatihnya untuk mencari beragam alternative
dari suatu pemecahan masalah. Misalnya, “Bu, kenapa sih, kita harus shalat 5
kali sehari?” biarkan anaknya menjawab terlebih dahuludan kita jangan langsung
menjawab pertanyaannya tersebut. Dengan demikian, anak terlatih untuk tidak
begitu saja menerima jawaban orang tua, yang akan diterima mereka sebagai satu
jawaban yang baku. Kita cukup mengarahkan bahwa agama mnganjurkan demikian dan
seterusnya.
- Dorong untuk melihat alternative
sebaiknya anak pun tahu bahwa
untuk mengatasi suatu masalah, orang tua bukanlah satu-satunya tempat untuk
bertanya. Masih banyak sumber-sumber lain diluar rumah yang dapat membantu
untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Karena itu, cara yang dapat dilakukan
orang tua adalah dengan member tahu sumber lain yang tepat untuk dimintai
tolong. Untuk mengatasi suatu masalah tertentu. Dengan demikian anak tidak
hanya tergantung pada orang tua, yang bukan tidak mungkin kelak justru akan
menyulitkan dirinya sendiri. Misalnya, ketika si anak datang pada orang tua dan
mengeluh bahwa sepedanya mengeluarkan bunyi bila dikendarai. Maka kita arahkan
si kecil untuk membawanya ke bengkel, ‘coba ya, nanti kita bawa ke bengkel
sepeda.”
- Jangan patahkan semangatnya
Tidak jarang orang tua ingin
menghindarkan anak dari rasa kecewa dengan mengatakan “mustahil” terhadap apa ,
yang sedang diupayakannya. Sebenarnya apabila anak sudah mau memperlihatkan
keinginannya untuk mandiri, dorong ia untuk terus melakukannya. Jangan sekali-kali
kita membuatnya kehilangan motivasi atau harapan mengenai sesuatu yang ingin
dicapainya. Jika anak minta izin untuk pulang
TPA dengan mobil antar jemput, jangan keburu dijawab, “wah, kalau Hasan
mau naik mobil antar jempu, kan Hasan harus bangun lebih siang, telat shalat
ashar dan sampai rumah lebih malam.” Katakana saja, “Hasan mau naik mobil antar
jemput siapa? Wah, kedengarannya menyenangkan, ya. Coba Hasan ceritakan pada
ibu kenapa Hasan mau naik mobil antar jemput, kan kalau jalan banyak teman dan
pahalanya juga lebih banyak.” Dengan cara ini paling tidak anak mengetahui
bahwa orang tua sebenarnya mendukung untuk bersikap mandiri. Meskipun akhirnya,
dengan alasan-alasan yang kita ajukan, keinginannya tersebut belum dapat
dipenuhi.
Orang Tua Bangga
Sebagi orang tua pasti bangga, bila memiliki anak-anak yang
walaupun masih kecil mengetahui apa yang menjadi tugasnya, dan mampu
menyelesaikannya tanpa harus disuruh, tanpa harus dimarahi. Pendidikan seperti
ini bisa lebih banyak dilakukan di dalam rumah. ibulah yang paling bertanggung
jawab mendidik si kecil agar kelak menjadi orang yang hebat, seorang da’I, professor.
Ataupun mujahid andalan masa depan. Dengan tugas ini kalau seorang ibu bisa
berhasil maka pasti ia akan bangga karena telah mampu mengemban amanah dari
Allah SWT untuk mendidik si kecil menjadi manusia pilihan yang sholih dan
sholihah.
Anak yang mandiri juga akan bisa menjunjung derajat orang
tua, apalagi jika dia tumbuh menjadi orang yang taat pada Allah SWT, berbakti
pada orang tua, dan cinta dengan sesame. Orang tuanya akan disebut-sebut
sebagai orang yang berhasil mendidik putranya sekaligus bisa menjadi contoh
orang-orang disekitarnya.
Dari Abu Mas’ud (Uqbah) bin Amru Al Anshary ra berkata: “ bersabdalah
Rasulullah, ‘Barang siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia mendapatkan
pahala sama dengan yang mengerjakannya.” (Riwayat Muslim)
Dengan demikian apabila apa yang kita didikkan pada anak
ditiru oleh para tetangga atau orang lain, kita akan mendapatkan bagian pahala
di sisi Allah SWT sebanyak orang yang mengikuti tanpa harus mengurangi pahala
orang-orang tersebut.
Dari Abu Hurairah ra, menceritakan bahwa, Rasulullah SAW
bersabda :” Barang siapa yang mengajak ke jalan hidayah (kebaikan), maka
baginua adalah pahala seperti pahala
pengikutnya, dengan tidak mengurangi sedikit pun pahala dari mereka. Dan barang
siapa yang mengajak ke jalan sesat maka ia menanggung dosa sebanyak dosa
sebanyak dosa-dosa mereka sedikitpun." (Riwayat Muslim)
Oleh karena itu berbahagialah ibu jika berhasil menenmkan
satu sunnah kebaikan di lingkungan kita. Yakinlah pahala akan selalu mengalir
tanpa kita sadari. Didiklah anak-anak menjadi hamba Allah yang shalih. Kuat,
dan mandiri! Bermanfaat. (Abu Amal)
0 comments:
Posting Komentar