Proses Pendidikan Anak merupakan Bentukan dari Lingkungan atau Bawaan Alamiah? –Bagian 1
Anak kelas 6 di sebuah sekolah swasta diwawancarai oleh seorang reporter TV swasta,”Kenapa kita harus punya cita-cita ?”. Si anak menjawab,”Supaya kita punya tujuan hidup.” Begitu jawaban anak itu dengan percaya diri. Singkat namun dalam maknanya. “Apa cita-cita kamu ?”. Si anak menjawab,”Menjadi penerbit buku.” “Penerbit buku apa ? Komik atau buku pelajaran atau yang lain.?” “Buku pelajaran.” “Buku pelajaran bidang apa ?” “Bahasa Indonesia.”
Wawancara ini berlangsung dengan sangat lancar. Anak SD ini dapat menjawabnya tanpa ragu-ragu mengenai tujuan yang ingin ia capai dalam hidupnya. Berapa banyak anak yang telah dididik sejak kecil untuk bisa memahami tujuan hidupnya ?
Bandingkan dengan 2 orang yang telah duduk di bangku SMU ini. Secara tidak sengaja ketika saya sedang berjalan-jalan di daerah sekitar rumah, saya mendengarkan percakapan 2 orang anak SMU mengenai jurusan apa yang akan mereka putuskan setelah mereka lulus. Sebut saja si A dan si B. Si A bertanya pada B,”E… kamu wis mutus’no mau masuk jurusan apa ? Aku kok bingung ya?. Papaku mau aku masuk ekonomi, tapi aku gak suka itung-itungan. Aku pengin masuk psikologi, tapi gak boleh sama mamaku. Kata’e cuman ngurusin orang gila tok. Yak apa ya ?”.
Si B menjawab,”Lo lo… kamu nek mau masuk Psikologi kudu bisa ngomong sama orang lo. Tapi… gak harus rasanya. Aku punya teman, orang’e pendiam banget. Tapi dia masuk psikologi. Kata’e orang, kalau mau masuk psikologi harus bisa ngomong sama orang. Kamu bisa gak ngomong sama orang ?”.
Mendengar komentar B yang terakhir itu, saya menjadi tersenyum kecil (maunya sih tertawa terbahak-bahak, tapi nanti dipikir saya orang gila. Ngapain ibu hamil ini, sudah jalan sendiri, eh… pake ketawa-ketiwi sendiri lagi). Dalam pikiran saya terlintas,”Kenapa syarat masuk psikologi harus bisa bicara dengan orang ? Memangnya selama ini kamu bicara dengan siapa ? Apakah selama ini kamu bicara dengan anggota kebun binatang ?”. Namun dibalik rasa geli saya, terlintas juga perasaan sedih. Kenapa anak yang sudah menjelang dewasa ini, tidak mengerti apa tujuan hidupnya ? Hal ini sangat bertolak belakang dengan anak SD yang telah saya ceritakan di atas. Pada usia sangat muda, ia telah tahu apa yang akan ia lakukan ketika dewasa nanti. Sedangkan, kakak yang berusia sangat jauh diatasnya masih kebingungan hendak di kemanakan hidupnya ini.
Nah… Menurut Anda pemahaman mengenai tujuan hidup dan siapa saya sebenarnya merupakan Bawaan Alamiah atau Bentukan dari lingkungan ?
Mengapa remaja SMU tersebut belum mampu mengenal siapa saya, apa tujuan hidup saya dan minat saya apa ?
Mengapa pengenalan karakter diri dan tujuan hidup merupakan kegiatan yang sulit bagi tiap orang ?
Bahkan ada orang yang telah berumur 27 tahun namun masih belum dapat memutuskan siapa dirinya sebenarnya. Hal ini dikarenakan sejak kecil kita terbiasa di doktrin mengenai perilaku, pikiran dan perasaan yang benar dan salah dengan mengabaikan bawaan alamiah yang ada dalam diri kita masing-masing. Pendidikan diterapkan tidak sesuai dengan tahapan perkembangan diri anak-anak. Perkembangan seorang anak dinilai dari apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan. Lebih cepat atau lebih lambat dari teman sebayanya. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya kebingungan dalam diri anak, antara keinginan menjadi diri sendiri dan mengikuti doktrin dari orangtua. Ibaratnya seperti sebuah pohon yang tumbuh dibawah atap semen sehingga menyebabkan pertumbuhannya menjadi miring, tidak lagi lurus mengikuti hukum alam. Ketika dewasa berakibat menjadi kebingungan akan identitas diri.
Setiap makhluk hidup dilahirkan dengan memiliki bawaan alamiahnya sendiri-sendiri. Bawaan alamiah ini diturunkan dari orangtua pada diri anak masing-masing. Bukti nyata adalah dapat diamati pada saudara kembar yang telah dipisahkan sejak lahir dan diasuh oleh orangtua dan lingkungan berbeda. Ketika diteliti mereka memiliki kemiripan satu dengan yang lainnya mulai dari cara berjalan, tersenyum, mengambil keputusan dll. Inilah yang membuktikan bahwa ada sejumlah karakteristik yang dibawa oleh tiap manusia sejak ia lahir.
Tugas kita, sebagai orangtua adalah mengenali karakteristik alamiah yang telah dibawa anak-anak ini. Setelah mengenali, kita perlu untuk membentuknya/mengasuhnya sehingga sesuai dengan kecenderungan yang ada dalam diri si anak. Kesalahan mengenali bawaan alamiah ini yang menjadi penyebab terjadi kesalahpahaman antar anak dan orangtua. Anak merasa tidak dimengerti oleh orangtuanya sedangkan orangtua merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan anaknya karena berperilaku berbeda dengan harapan yang selama ini dimilikinya.
Apa sajakah bawaan alamiah yang dibawa oleh anak sejak lahir ? Jawaban ini akan anda dapatkan pada artikel kedua.
Salam hangat penuh cinta untuk anda sekeluarga.
Sandra Mungliandi, M Psi., Psikolog.
SUMBER:http://www.sekolahorangtua.com/2009/08/07/proses-pendidikan-anak-merupakan-bentukan-dari-lingkungan-atau-bawaan-alamiah-bagian-1/
Anak kelas 6 di sebuah sekolah swasta diwawancarai oleh seorang reporter TV swasta,”Kenapa kita harus punya cita-cita ?”. Si anak menjawab,”Supaya kita punya tujuan hidup.” Begitu jawaban anak itu dengan percaya diri. Singkat namun dalam maknanya. “Apa cita-cita kamu ?”. Si anak menjawab,”Menjadi penerbit buku.” “Penerbit buku apa ? Komik atau buku pelajaran atau yang lain.?” “Buku pelajaran.” “Buku pelajaran bidang apa ?” “Bahasa Indonesia.”
Wawancara ini berlangsung dengan sangat lancar. Anak SD ini dapat menjawabnya tanpa ragu-ragu mengenai tujuan yang ingin ia capai dalam hidupnya. Berapa banyak anak yang telah dididik sejak kecil untuk bisa memahami tujuan hidupnya ?
Bandingkan dengan 2 orang yang telah duduk di bangku SMU ini. Secara tidak sengaja ketika saya sedang berjalan-jalan di daerah sekitar rumah, saya mendengarkan percakapan 2 orang anak SMU mengenai jurusan apa yang akan mereka putuskan setelah mereka lulus. Sebut saja si A dan si B. Si A bertanya pada B,”E… kamu wis mutus’no mau masuk jurusan apa ? Aku kok bingung ya?. Papaku mau aku masuk ekonomi, tapi aku gak suka itung-itungan. Aku pengin masuk psikologi, tapi gak boleh sama mamaku. Kata’e cuman ngurusin orang gila tok. Yak apa ya ?”.
Si B menjawab,”Lo lo… kamu nek mau masuk Psikologi kudu bisa ngomong sama orang lo. Tapi… gak harus rasanya. Aku punya teman, orang’e pendiam banget. Tapi dia masuk psikologi. Kata’e orang, kalau mau masuk psikologi harus bisa ngomong sama orang. Kamu bisa gak ngomong sama orang ?”.
Mendengar komentar B yang terakhir itu, saya menjadi tersenyum kecil (maunya sih tertawa terbahak-bahak, tapi nanti dipikir saya orang gila. Ngapain ibu hamil ini, sudah jalan sendiri, eh… pake ketawa-ketiwi sendiri lagi). Dalam pikiran saya terlintas,”Kenapa syarat masuk psikologi harus bisa bicara dengan orang ? Memangnya selama ini kamu bicara dengan siapa ? Apakah selama ini kamu bicara dengan anggota kebun binatang ?”. Namun dibalik rasa geli saya, terlintas juga perasaan sedih. Kenapa anak yang sudah menjelang dewasa ini, tidak mengerti apa tujuan hidupnya ? Hal ini sangat bertolak belakang dengan anak SD yang telah saya ceritakan di atas. Pada usia sangat muda, ia telah tahu apa yang akan ia lakukan ketika dewasa nanti. Sedangkan, kakak yang berusia sangat jauh diatasnya masih kebingungan hendak di kemanakan hidupnya ini.
Nah… Menurut Anda pemahaman mengenai tujuan hidup dan siapa saya sebenarnya merupakan Bawaan Alamiah atau Bentukan dari lingkungan ?
Mengapa remaja SMU tersebut belum mampu mengenal siapa saya, apa tujuan hidup saya dan minat saya apa ?
Mengapa pengenalan karakter diri dan tujuan hidup merupakan kegiatan yang sulit bagi tiap orang ?
Bahkan ada orang yang telah berumur 27 tahun namun masih belum dapat memutuskan siapa dirinya sebenarnya. Hal ini dikarenakan sejak kecil kita terbiasa di doktrin mengenai perilaku, pikiran dan perasaan yang benar dan salah dengan mengabaikan bawaan alamiah yang ada dalam diri kita masing-masing. Pendidikan diterapkan tidak sesuai dengan tahapan perkembangan diri anak-anak. Perkembangan seorang anak dinilai dari apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan. Lebih cepat atau lebih lambat dari teman sebayanya. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya kebingungan dalam diri anak, antara keinginan menjadi diri sendiri dan mengikuti doktrin dari orangtua. Ibaratnya seperti sebuah pohon yang tumbuh dibawah atap semen sehingga menyebabkan pertumbuhannya menjadi miring, tidak lagi lurus mengikuti hukum alam. Ketika dewasa berakibat menjadi kebingungan akan identitas diri.
Setiap makhluk hidup dilahirkan dengan memiliki bawaan alamiahnya sendiri-sendiri. Bawaan alamiah ini diturunkan dari orangtua pada diri anak masing-masing. Bukti nyata adalah dapat diamati pada saudara kembar yang telah dipisahkan sejak lahir dan diasuh oleh orangtua dan lingkungan berbeda. Ketika diteliti mereka memiliki kemiripan satu dengan yang lainnya mulai dari cara berjalan, tersenyum, mengambil keputusan dll. Inilah yang membuktikan bahwa ada sejumlah karakteristik yang dibawa oleh tiap manusia sejak ia lahir.
Tugas kita, sebagai orangtua adalah mengenali karakteristik alamiah yang telah dibawa anak-anak ini. Setelah mengenali, kita perlu untuk membentuknya/mengasuhnya sehingga sesuai dengan kecenderungan yang ada dalam diri si anak. Kesalahan mengenali bawaan alamiah ini yang menjadi penyebab terjadi kesalahpahaman antar anak dan orangtua. Anak merasa tidak dimengerti oleh orangtuanya sedangkan orangtua merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan anaknya karena berperilaku berbeda dengan harapan yang selama ini dimilikinya.
Apa sajakah bawaan alamiah yang dibawa oleh anak sejak lahir ? Jawaban ini akan anda dapatkan pada artikel kedua.
Salam hangat penuh cinta untuk anda sekeluarga.
Sandra Mungliandi, M Psi., Psikolog.
SUMBER:http://www.sekolahorangtua.com/2009/08/07/proses-pendidikan-anak-merupakan-bentukan-dari-lingkungan-atau-bawaan-alamiah-bagian-1/
0 comments:
Posting Komentar