Perceraian memiliki dampak terhadap mantan pasangan suami
istri dan anak. Akan tetapi dalam uraian ini akan dibahas dampak perceraian
yang akan dialami oleh anak. Menurut Maryana, M.Psi,Psi psikolog anak RS Awal
Bros Batam.
Reaksi anak terhadap perceraian orang tua sangat tergantung pada
penilaian mereka sebelumnya terhadap perkawinan orangtua mereka serta rasa aman
di dalam keluarga. Tidak bisa dipungkiri bahwa perceraian memberikan dampak
secara psikologis terhadap anak. Diketahui bahwa lebih dari separuh anak yang
berasal dari keluarga tidak bahagia menunjukkan reaksi bahwa perceraian adalah
yagn terbaik untuk keluarganya. Sedangkan anak-anak yang berasal dari keluarga
bahagia lebih dari separuhnya menyatakan kesedihan dan bingung menghadapi
perceraian orang tua mereka.
Maryana mengemukakan bahwa anak-anak yang orang tuanya
bercerai sering hidup menderita, khususnya dalam hal keuangan serta secara
emosional kehilangan rasa aman di dalam keluarga.
“Orang tua secara tidak
langsung akan berperan tunggal dalam mengasuh anaknya. Dengan siapapun jatuhnya
hak asuh anak baik ayah maupun ibu tetap akan menanggung beban lebih besar saat
terjadinya perpisahan,” jelas Maryana.
Dampak perceraian lain yang terlihat adalah meningkatnya “perasaan
dekat” anak dengan ibu serta menurunnya jarak emosional terhadap ayah. Hal ini
jika hak asuh jatuh kepada ibu, begitu pula sebaliknya. Selain itu anak-anak
dengan orang tua yang bercerai merasa malu dengan perceraian tersebut. Sehingga
pada kasus tertentu mereka menjadi inferior dengan anak-anak lain.
Pada dasarnya setiap anak pasti menginginkan keluarga yang
bahagia dan harmonis. Sebagian besar anak-anak menentang perceraian, tapi
apabila terlihat adanya argument keras orang tua dan ditambah dengan kekerasan
fisik, akhirnya anak tidak bisa menentang perceraian, karena mereka hanya ingin
keributan orang tua berhenti.
Alasan perceraian yang umum diajukan oleh pasangan suami
istri adalah karena adanya masalah dalam perkawinan yang sulit diatasi sehingg
mendorong mereka untuk mempertimbangkan perceraian.
Perceraian terkadang adalah
satu-satunya jalan bagi beberapa orang tua untuk dapat terus menjalani
kehidupan sesuai yang mereka inginkan. Pada beberapa kasus perceraian selalu
dikatakan bahwa perceraian dapat menimbulkan akibat buruk pada anak.
Tapi dalam kasus tertentu,
perceraian bisa jadi merupakan alternative terbaik daripada membiarkan
anak-anak terus tinggal bersama keluarga yang penuh dengan pertenkaran yang
buruk.
Ketika orang tua melalui
proses perceraian,sayangnya cukup banyak yang cenderung untuk focus pada
kekhawatiran diri mereka sendiri. Bukan memperhatikan bagaimana dan apa yang
sedang terjadi pada anak-anak keika proses perceraian akan dan sedang
berlangsung.
Akibatnya, orangtua tidak lagi
memperhatikan anak-anak mereka, kurang disiplin dan kurang memberikan kasih
sayang. Mereka justru memberikan tanggung jawab dan tekann pada anak tanpa
mereka menyadarinya.
“Salah satu efek psikologis
perceraian pada anak-anak adalah saat anak mengambil peran sebagai penghibur
salah satu orang tua, berusaha merangkul kakak atau adik mereka untuk selalu
bersama dan lebih kuat dalam perpisahan orang tua mereka ini, dan membantu
melakukan pekerjaan rumah tangga di rumah, keadaan ini secara psikologis sangat
berpengaruh bagi kejiwaan anak,” jelas Maryana.
Maryana menambahkan, suatu
ketika psikologis anak menolak keadaan yang mereka terima. Anak-anak kadang
menjadi marah karena sebenarnya mereka merasa terjebak oleh “masalah yang
dihasilkan “ orang tua dan merasa “dirampok” kehidupannya.
Pada awalnya mungkin anak akan
sulit menerima keputusan orang tuanya untuk berpisah. Tapi seiring dengan berjaannya
waktu dan dengan bantuan orang tua dan anggota keluarga yang lainnya, anak-anak
akhirnya dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang tejadi di keluarga
mereka.
Dampak psikolog dari
perceraian terhadap anak-anak
Dampak psikologis dari
perceraian terhadap anak-anak ini bisa bermacam-macam. Anak-anak yang orang
tuanya bercerai biasanya menderita berbagai masalah psikologis seperti :
- Memiliki rasa bersalah dan suka menyalahkan diri sendiri.
- Merasa tidak percaya diri atau rendah diri.
- Merasa tidak diinginkan atau ditolak oleh orang tuanya
- Merasa tidak merasa aman dan sendirian/kesepian.
Perasaan-perasaan diatas yang
dimiliki anak hasil perceraian dapat memicu tibulnya perkembangan perilaku
seperti:
- Depresi dan suka memberontak
- Pendiam, tidak ceria dan suka bersedih
- Mudah marah, agresif, suka mengamuk berbuat kerusakan atau bertindak kasar.
- Sulit berkonsentrasi dalam belajar yang dapat mengakibatkn prestasi sekolah menurun.
- Takut memulai hubungan dengan lawan jenis karena takut gagal seperti orang tuanya.
Penting untuk diketahui bahwa
dampak perceraian keluarga tidak selalu sama, karena setiap orang tua dan anak
berbeda. Pada beberapa anak, mereka tidak hanya akan mendapat dampak psikologis
ketika kecil saja, tetapi juga dampaknya dapat berlanjut sampai mereka dewasa
juga.
Anak korban perceraian yang
berhasil melalui proses adaptasi, tidak akan mengalami kesulitn yang berarti
ketika meneruskan kehidupannya ke masa perkembangan selanjutnya. Tetapi bagi
anak yang gagal beradaptasi dengan lingkungan baru setelah perceraian, maka
anak akan membawa dampak ini hingga dewasa seperti perasaan ditolak, tidak
percaya diri dan tidak dicintai.
Sumber : harian “Haluan
Kepri-Ibu danAnak”
0 comments:
Posting Komentar