Kamis, 29 Juli 2010

WANITA GILA BELANJA



WANITA PEKERJA RENTAN GILA BELANJA
CERMATI TRIK MENANGKISNYA

Belanja memang mengasyikkan. Tapi kalau sampai menghabiskan tabungan apalagi terjerat utang tentu jadi memusingkan. Kondisi ini biasanya dialami orang yang terkena spendermania alias maniak belanja. Bila anda terjebak atau perilaku belanjanya mulai kearah sana, segeralah mengevaluasi diri dan mencari solusi sebelum kondisi semakin parah dan mengaggu orang lain disekitar kehidupan anda.

Sejak SMA Dhea (28) hobi belanja sepetu bermerk seperti Vinci, Andre Valentino, Rotelli dan berbagai merek sepatu luar negeri lainnya. Hobinya itu makin menggila tatkala ia sudah bekerja di sebuah perusahaan multimedia.
Wanita lajang ini tanpa terkontrol setiap bulannya membelanjakan uangnya untuk membeli sepatu. Padahal di rak sepatunya, ada puluhan pasang dengan beragam model dan warna. Harganya pun bervariasi, mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

Dhea sangat menyayangi koleksi sepatunya. Hobinya itu semakin mudah disalurkan ketika ia memiliki kartu kredit. Hanya dengan sekali gesek, mampu membeli satu samapi dua pasang sepatu yang diincarnya. Yah, kemudahan kartu kredit telah membuatnya lupa daratan. Dan tanpa sadar limit penggunaan kartu kredit membengkak, sementara uang di tabungan kiat menyusut. Akibatnya, Dhea sering ditelepon penagih kartu kredit (debt collector) lantaran sering menunggak.

Situasi yang dialami Dhea mungkin pernah anda alami ini bisa menumpa siapa saja kendati pada dasarnya mungkin anda bukan tipe orang yang boros. Ibaran sindroma, kondisis sesaat ini bisa saja terjadi karena berbagai pengaruh. Hobi belanja pada raraf wajar memang masih bisa diterima, namun perlu diwaspadai ketika gejala spendermania seperti yang dialami Dhea mulai mengintai anda.

Pengaruh kepribadian dan motif

Menurut psikolog Diah A. Witasari yang akrab dipanggil Wita, perilaku spendermania sebenarnya tak hanya terjadi di perkotaan, tapi juga di pedesaan. “Kalau di pedesaan, ada tukang kelontong keliling yang menjajakan barang kebutuhan rumah tangga dengan system kredit. Peminatnya pun banyak, karena tawaran cicilannya cukup menggiurkan,” tambahnya.

Sementara di perkotaan, perilaku konsumtif terlihat dengan semakin menjamurnya pusat-pusat perbelanjaan dan didukung pula oleh kemajuan teknologi seperti kartu ATM atau kartu kredit yang memudahkan seseorang dalam mengatur system pembayaran.

Mengutip pendapat Abraham Maslow, manusia mempunyai lima kebutuhan sesuai tingkatan-tingkatan (hirarki), dari yang paling penting, dari yang mudah hingga yang sulit dicapai atau didapat. Dari teori itu dapat dilihat, perilaku belanja seseorang bisa menjadi wajar apabila memang mampu secara financial.
Wita berpendapat, untuk dapat menilai perilaku belanja seseorang perlu melihat motif dan kepribadiannya. Kedua unsure ini akan mempengaruhi perilaku belanja seseorang. Contohnya, ponsel Blakberry yang sebenarnya ditujukan untuk mempermudah urusan bisnis para pengusaha, dalam kenyataannya pelajar SMA atau kuliah membelinya demi trend an gengsi. Motif inilah yang membedakan seseorang dapat disebut konsumtif atau tidak.

Usia produktif rentan maniak belanja

Perilaku belanja tak mengenal gender. Menurut Wita, pria pun bisa punya hobi belanja sebagaimana para wanita. Hanya saja belanjaan wanita memang lebih banyak dan variatif. Tak heran berbagai jenis barang yang sedang diminati terlihat marak di pasaran. Berbeda dengan kaum pria yang banyak gemarnya belanja barang-barang eleltronik yang jumlahnya sedikit, tapi harganya relative mahal. Mengingat jumlah wanita lebih banyak dari pada pria, maka kecenderungan maniak belanja juga lebih banyak dialami kaum hawa.

Psikolog berkacamata ini menilai, wanita usia produktif 25-35 jumlah paling rentan menjadi maniak belanja. Karena umumnya mereka sudah bekerja dan memiliki penghasilan sendiri. Ditambah lagi, semakin banyak wanita lajang diusia tersebut, membuatnya cenderung menghabiskan uang demi memenuhi kesenangan pribadi. Habis sudah punya pendapatan dari cucuran keringat sendiri, apa salahnya digunakan untuk memanjakan diri.

Pendapatnya serupa diungkapkan pakar perencanaan keuangan, Safir Senduk. Ia melihat, wanita-wanita Indonesia usia produktif kebanyakan memanfaatkan waktu liburannya untuk rekreasi belanja, entah itu di Bogor, Bandung, Yogyakarta, Bali, Medan, bahkan Singapura. “Karena itu mindsetnya harus diubah. Rekreasi tidak harus belanja, tapi dialihakan menjadi rekreasi pemandangan mata. Sehingga tak terjadi pebengkakan pengeluaran,”imbuhnya.

Seseorang yang maniak belanja kadangkala tidak menyadari dirinya tengah terjebak dalam situasi tersebut. Wita menilai, seseorang yang mengalami perilaku tersebut disinyalir memiliki masalah dalam dirinya. Lenna (29) misalnya, Sulung dari tujuh bersaudara ini, sejak kecil selalu mengalah demi kesenangan adik-adiknya.

Setelah dewasa dan bekerja, ia pun merasa mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Lenna membeli apapun yang diinginkannya. Ia bahkan kerap membeli sesuatu yang tanpa disadari tak terlalu penting baginya. Seolah-olah karyawati di sebuah perusahaan swasta ternama itu ingin memuaskan semua keinginannya yang tak pernah dirasakan sewaktu anak-anak.

Orang seperti Lenna, kata Wita, adalah tipikal orang yang kurang memiliki percaya diri (confidence). Ia membutuhkan alat untuk cara lain agar dirinya merasa nyaman. Dengan cara tersebut, ia berharap dapat meningkatkan status sosialnya agar bisa diterima komunitasnya. “Yang jelas, setiap orang memiliki motif dan latar belakang berbeda untuk berperilaku demikian. Kondisi ini bisa dibantu bila orang yang bersangkutan menyadari kalau dirinya sedang bermasalah,”jelasnya.

Untuk mengetahui apakah seseorang terjebak dalam perilaku gila belanja atau tidak, Wita menggolongkan dua perilaku belanja. Yakni, belanja terencana dan tidak terencana. Yang termasuk belanja terencana adalah mereka yang merencanakan pembelanjaan uangnya secara jelas. Apa yang dia beli sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhannya. Tipe belanja terencana menrupakan perencanaan belanja yang cukup matang alias dewasa.

Sementara belanja tidak terencana adalah mereka uang impulsive buyer. Apa yang dibeli tidak sesuai dengan kebutuhannya. Terkadang yang dibeli hanyalah keinginan sesaat (emosional). Orang seperti ini, lanjut Wita, bisa ketagihan atau kecanduan belanja. “Contohnya, ada orang yang terbiasa melampiakan amarahnya dengan belanja atau mebeli makanan yang enak, tidak beoduli berapaun harganya.kondisi inilah yang dinamakan emotional buyer,”imbuhnya.

Pentingnya perencanaan keuangan

Agar tidak terjebak ke dalam perilaku gila belnja, Wita dan Safir menyarankan, seseorang terlebih dulu mengenali latar belakang dan kebutuhannya. Setelah itu buatlah perencanaan keuangan yang matang (well planner) Setiap bulannya. “Orang yang matang secara emosi lebih mudah merencanakan, sehingga ia memiliki sikap belanja terencana.

Penting juga mengerti kapasitas diri dan mamahami kebutuhan agar tidak mengalami impulsive buyer. “Sesungguhnya menoleriri diri belanja di luar daftar kebutuhan, namun tetap ada batasannya. Kalau ingin membeli barang mewah, perencanaan untuk membayarnya juga harus jelas. Mau tunai atau kredit?” Tak kalah penting, langkah menyimpan uang (saving) sebagai investasi masa depan, sekaligus dana cadangan saat sesuatu yang tak terduga bisa menimpa anda.

Safir menambahkan, perencanaan keuangan yang dibuat setiap bulannya harus berdasarkan skala prioritas. Mulai dari pos pengeluaran yang paling penting hingga kurang penting. Urutan pertama yang harus segera dibayar adalah pos pengeluaran wajib misalnya telepon, listrik, PAM, kartu kredit dan utang-utang lainnya. “Bila tak segera dibayar akan terkena denda bunga atau pemutusan fasilitas yang sangat merugikan kita,”imbuhnya.

Pos kedua yang harus dibayarkan adalah pengeluaran yagn sifatnya dibutuhkan. Contohnya, bayaran sekolah, dan bensin. “Bila tak dikeluarkan saat dibuthkan memang tak menimbulkan denda atau bunga, tapi sangat menganggu aktivitas dan kelaurga di kemudian hari. Karenanya, pos ini juga perlu diperhatikan,” tambah Safir.

Pos ketiga adalah pengeluaran yang sifatnya kurang penting. Dalam pos ini uang yang digunakan adalah sisa setelah melakukan pengeluaran wajib dan pengeluaran yang dibuthkan. Namun yang terjadi lanjut Safir, justru pos terakhir inilah yang cenderung banyak diutamakan orang. Akibatnya, orang terbentur masalah keuangan, misalnya tagihan yang menunggak, kena denda atau bunga, hingga terjerat utang, karena harus gali lobang tutup lobang. “Bila sudah membuat perencanaan kuangan dengan baik, tapi masih ada yang belum ter-cover berarti penghasilannya memang belum cukup. Solusinya, anda mesti mencari pekerjaan tambahan,”sarannya.

Berbicara soal belanja ekstra, Safir menambahkan, tak ada jumlah pasti berapa persen dari pengeluaran wajib yang bisa dikeluarkan. “Karena, penghasilan dan kebutuhan setiap orang berbeda-beda. Jadi, orang bersangkutanlah yang dapat mengukur kemampuannya. Berapa jumlah uang yang bisa dikeluarkan untuk belanja barang kurang bermanfaat. Jika tak ada uang yang tersisa untuk memenuhi “lapar matanya” itu jangan memaksakan diri,”tandasnya.

Lantas, apa yang mesti dilakukan bila seseorang sudah terjebak spedemania? Safir menyarankan untuk segera mengevaluasi atau mengkaji semua pengeluaran yang telah dilakukan dalam satu bulan terakhir. “Ke mana saja uang yang telah dibelanjakan? Apakah ada pengeluaran yang sebenarnya tak perlu dilakukan? Jika Ya, berarti memang ada yan gsalah dalam penggunaan uang dan anda perlu mencatat atau menggaris bawahi agar tak terulang lagi, “ ujarnya.

Disiplin dan control diri

Selanjutnya, tetukan solusi untuk mengatasi perilaku “gila” belanja tersebut. Misalnya, mengurangi jumlah uang tunai di dompet, bila anga terbiasa menggunakan uang tunai untuk belanja. Siapkan uang tunai secukupnya untuk transport, makan dan beli pulsa. “Uang tunai yang ada di domper seaiknya digunakan untuk pengeluaran yang tak bisa dibayar dengan ATM atau kartu kredit,”imbuh Safir.

Bagi mereka yang tak bisa mengendalikan uang dengan baik, dianjurkan untuk memiliki satu kartu kredit saja dengan limit yang wajar. Kalau pun telanjur memiliki lebih dari satu kartu kredit dan tak ingin dinonaktifkan, sebaiknya yang disimpan didompet cukup satu kartu kredit. Selebihnya simpan di tempat yang aman di rumah atau dititipkan kepada pasangan yang pandai mengatur uang agar anda tak mudah tergoda untuk menggeseknya.

Yang harus diingat, kartu kredit bukanlah uang lebih, melainkan alat pembayaran pengganti tunai sementara yang harus dibayar bulan depan. Jika tidak, anda justru akan kena bunga. “Biasakan utnuk segera melunasi tagihan kartu kredit 3-5 bulan agar bunya tidak terus menumpuk. Dengan begitu, anda akan terhindar dari jeratan utang karena bunga yang berbunga,” tukas Safir.

Bila ingin belanja ke pasar traditional, supermarket atau mal biasakan untuk membuat catatan tentang barang-barang yang hendak dibeli.usahakan anda mematuhi daftar tersebut. Jika tertarik pada barang yang tidak ada dalam daftar belanja jangan dibeli. Ini penting dilakukan agar pengeluaran terkontrol.

Mengatur gaya belanja tampaknya gampang, tapi sulir dilakukan. Yang harus ditanamkan adalah disiplin dan control diri yang kuat dalam menggunakan uang. Hal yang harus selalu di ingat, kebiasaan berbelanja sampai menjadi “gila” belanja berarti mengurangi kemampuan menabung dan berinvestasi. Itulah yang menjadi alasan mengapa mengenali kebutuhan diri sendiri sangat diperlukan. Jangan sampai kondisi keuangan anda lebih besar pasak dari pada tiang.

LIMA KEBUTUHAN DASAR MASLOW

Disusun berdasarkan kebutuhan yang paling penting hingga yang tidak terlalu krusial. Yang tak penting seperti maniak belanja, sebaiknya lupakan saja, merugikan diri sendiri dan keluarga.

  • Kebutuhan fisiologis. Sandang (pakaian), pangan (makanan), papan (rumah) dan kebutuhan biologis seperti buang air besar, buang air kecil, bernafas, dan lain sebagainya.
  • Kebutuhan keamanan dan keselamatan. Misalnya, bebas dari penjajahan, ancaman, rasa sakit, terror dan lainsebagainya.
  • Kebutuhan social. Umpamanya, memiliki teman, mempunyai keluaga, kebutuhan cinta dari lawan jenis dan lain-lain.
  • Kebutuhan paenghargaan. Contohnya, pujian, piagam, tanda jasa, hadiah dan lain sebagainya.
  • Kebutuhan aktualisasi diri. Keinginan untuk bertindak sesuka hati sesuai dengan bakat dan minatnya (diolah dari berbagai sumber)


Sumber :KARTINI

0 comments:

Posting Komentar

Bunda Dan Ananda © 2008 Template by:
bunda dan ananda