Sabtu, 24 Juli 2010

PRIA BERGOSIP



PSSSSST! PRIA PUN SUKA BERGOSIP

Bergosip ternyata tidak hanya dimonopoli kaum perempuan. Itulah hasil penelitian Noel A. Card dan rekannya dari University of Arizona. Mereka menyelikiki rumor-rumor dan hasilnya, sebagian besar isu yang beredar berasal dari perbincangan sesama pria yang menyebar hingga ke kaum perempuan. Sebenarnya, untuk kaum pria Indonesia sih, kata pakar karena kulturnya adalah masyarakat kolektif, biasa bergosip. Tapi apa ya topic-topic yang digosipkan?

Perempuan suka bergosip, ngerumpi, sudah tak aneh. Bahkan saking identiknya dengan perilaku demikian, sampai dibilang mulutnya dua. Begitu juga bila ada laki-laki banyak bicara, pasti dibilang “cerewet kayak perempuan”. Sungguh perngibaratan yang naïf.
Sebab, siapa bilang para laki-laki itu tak suka negegosip? Menurut kamus Besar Indonesia, gossip artinya membicarakan orang lain. Jadi kalau siapapun ngobrol-ngobrol, berbincang-bincang dengan topic yang membicarakan orang lain namanya bergosip alias ngrumpi alias mengobrol. Pria pun biasa saja melakukannya. Mungkin saja membicarakan wanita menarik yang baru dikenalnya, atau membicarakan artis atau tokoh politik yang disukai maupun yang tidak.

Namun, memang bergosip identik dengan wanita, wajar karena wanita memang lebih cerewet dibandingkan pria. Lantaran struktur otak yang berhubungan dengan bahasa menyebabkan kemampuan berbahasa wanita lebih baik. Tak heran bila wanita lebih suka mengobrol ketimbang pria. Kesenangan mengobrol inilah yang membuat kaum hawa dicap suka bergosip. Padahal dalam praktiknya, sosiolog UI Ida Ruwaida Noor menilai, pria dan wanita mempunyai kecenderungan yang sama yaitu bergosip.

Hasil penelitian Noel A. Card dan rekannya menjadi menarik untuk dibahas, karena masyarakat Amerika cenderung individualis. “Mereka dibiasakan untuk tidak terlalu peduli dengan urusan orang lain, karena dalam hal-hal tertentu orientasinya sibuk dengan urusannya sendiri,”jelasnya. Eh, ternyata hasil penenlitiannya bertolak belakang.

Noel dan kawan-kawannya melakukan 148 penenlitian terhadap 74 ribu anak-anak dan remaja. Mereka menyelidiki rumor-rumor yang berkembang di sekolah menengah dan tinggi. Hasilnya, sebagian isu yang beredar berasal dari perbincangan sesama laki-laki yang menyebar hingga ke kaum perempuan.

Menurut para peneliti, perempuan memang lebih agresif karena kehidupan mengajarkannya demikian. Sedangkan laki-laki, mereka bisa bergosip lantaran memiliki masalah dengan diri sendiri. Misalkan karena dibelit masalah, baik secara fisik maupun kehidupan social, atau karena justru mengalami jalinan minim dengan orang lain. Akibatnya, bergosip menjadi cara untuk keluar dari masalah.

Bergosip tak kenal jenis kelamin

Kalau penelitian Noel cenderung menhasilkan pria bergosip karena bermasalah dengan dirinya, berbeda dengan pria di Indonesia di mana masyarakatnya masik kolektif. Suka ngumpul, nongkrong dan ngobrol ngalor ngidul, acara bergosip di kalangan pria maupun wanita pun sesuatu yang biasa. “Kadang-kadang kita malah lupa dengan kepentingan sendiri karena loyalitas terhadap lingkungan. Jadi orientasi masyarakat kita, baik pria maupun wanita masih social person,”imbuh Ida.

Di Sumatera Barat misalnya, ada tradisi plenta, di mana kaum pria duduk bersama-sama untuk membahas suatu topic. Sedangkan di masyarakat Batak, warung makan yang disebut lapo biasanya juga dijadikan tempat nongkrong kaum pria. Mereka tak hanya makan dan minum, tapi juga membicarakan banyak hal. “Ini membuktikan bahwa kaum pria di Indonesia juga suka berkumpul dan ngobrol-ngobrol, yang artinya “kan juga bergosip.”

Hal serupa diungkapkan pulah oleh psikolog Eny Hanum. Menurutnya, gosip memang tidak mengenal jenis kelaminm. Bagaimana pun baik pria maupun wanita adalah makhluk social yang tak bisa hidup sendiri. Mereka membutuhkan orang lain untuk berbagai cerita, pengalaman, dan informasi. Hanya saja, mungkin intensitasnya yang berbeda. Begitu juga kualitasnya. Gosip yang tidak ada dasarnya.

Gosip itu sendiri lanjutnya, sebenarnya tidak selalu negative. Karena, bergosip yang cerdas justru bisa menjadi selingan dan penghangat suasana saat bicara dengan orang yang baru dikenal, misalnya. “Gosip juga bisa dijadikan sebagai cara untuk menuangkan perasaan, pendapat dan ide untuk menambah wawasan,” ungkapnya. Jadi, bergosip bisa menjadi positif atau negative dipengaruhi oleh karekter, aktivitas dan perkembangan lingkungan.

Psikolog Fabian Adrianus menambahkan, lingkungan pergaulan memang mampu mengubah tingkah laku dan kebiasaan seseorang yang ada di dalamnya. “Bisa saja orang sebelumnya nggak pernah bergosip, tapi setelah masuk ke lingkungan yang gemar bergosip, tak menutup kemungkinan cepat atau lambat dia akan suka bergosip juga, begitupun sebaliknya,” jelas Adrianus.

Sedangkan dari kacamata sosiolog, setiap orang cepat atau lambat akan mengalami perubahan dalam lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, setiap indibvidu harus bisa memilih yang baik dan buruk dari lingkungannya. “Seseorang tidak harus selalu memenuhi keinginan lingkungannya. Sekali-sekali kita harus menyediakan waktu untuk diri sendiri,” ujar sosialog Linda D. Ibrahim.

Sama-sama bergosip tapi beda topic

Keinginan bergosip biasanya tercipta ketika dua orang atau lebih sedang berbincang-bincang, lalu seseorang mulai mencetuskan pernyataan atau pertanyaan yang menarik untuk didiskusikan. Jadi, seringkali gosip terjadi tanpa disengaja. Tapi sebenarnya, keinginan utnuk bergosip dapat diredakan.

Meski pria dan wanita sama-sama suka bergosip, tapi menurut Ida Ruwaida, ada perbedaan toip yang diperbincangkanoleh pria dan wanita. Kaum wanita biasanya bergosip tentang hal-hal yang lebih personal misalnya, masalah keluarga, teman, pasangan, penampilan dan obrolan ringan lainnya. Sedangkan pria lebih banyak bergosip tentang isu public yang sedang hangat dibicarakan misalnya kenaikan harga BBM, pmanasan global, kondisi politik, ekonomi atau pekerjaan.

Gosip yang dilakukan pria, kata Enny, biasanya tidak terlepas dari soal membanggakan diri, mengingat egonya yang lebih tinggi daripada wanita. Kaum pria suka menceritakan pencapaian yang telah diraihnya, mulai dari karier hingga pernah menjalin kasih dengan wanita berparas cantik.

Enny menambahkan, pria yang senang bergosip umumnya adalah orang yang terbuka danmudah akrab dengan siapa saja. “Untuk pria yang tertutup biasanya hanya akan bergosip dengan orang yang dikenalnya dengan baik. Dengan cara tersebut dia akan merasa nyaman saat menceritakan segala sesuatu,” ujarnya.

Tapi, hal-hal yang diceritakan itu biasanya tidak akan sedetail wanita. “Jika wanita lebih suka membicarakan masalah pribadi, maka pria lebih suka mengulasnya secara umum. Bukan dengan siapa si A pergi, atau si B bermasalah dengan si C, tetapi lebih kepada kemampuan si A atau kelebihan si B,” imbuh Adrianus.

Bagi sebagian orang, bergosip memang dapat menjadi benteng pertahanan yang kuat atas keadaan lingkungan yang terlalu tertekan. Menurut Adrianus, keadaan tertekan oleh tuntutan lingkungan pergaulan bisa menimbulkan keresahan pada jiwa seseorang. Berbincang-bincang tentang orang lain, baik tentang hal-hal yang menyenangkan maupun hal-hal yang merugikan mampu mengurangi sedikit keresahan tersebut. Rasa lega yang diperoleh setelah menceritakan orang lain menjadi cara yang nyaman untuk terus “mengobati” dirinya sendiri.

Pelarian dan terapi refleksi diri

Dengan bergosip dan memperolok orang lain lanjut Adrianus, orang yang merasa gelisah karena tekanan pergaulan dan tidak puas terhadap dirinya sendiri akan merasa lebih baik daripada orang yang digosipkan itu. Semakin buruk gambaran yang diciptakan atas kehidupan orang lain, maka kehidupan orang yang bergosip akan terasa semakin baik.

Saat bergosip atau digosipkan, individu yang tertekan akan melihatnya sebagai jalan untuk meraih popularitas. Tidak peduli apakah efek popularitas itu baik atau buruk. “Kesibukan karena pekerjaan seringkali membuat kita merasa sendiri di tengak hiruk pikuk dan lalu lalang manusia lainnya. Jiwa terasa kosong, sehingga hidup tampak membosankan. Dengan bergosip kita mencoba mengisi kekosongan hati kita dengan mengusik kehidupan orang lain,” jelasnya.

Sebagai manusia seringkali kita tidak mau mengakui kekurangan. Terlalu malu untuk menceritakan, bahwa kita tidak sehebat yang diketahui orang lain. Beberapa orang, lanjut Adrianus, memang rela melakukan apa saja agar terlihat hebat di mata teman-teman sepergaulannya, meski harus menjadi orang lain.

Ada sisi di mana manusia menjadi luar biasa sombong. Keadaan ini membuat individu tersebut hidup dalam kepura-puraan. Dia bisa saja berpura-pura bahagia dengan keadaannya, karena dinilai hebat dalam menjalani karier dan kehidupannya. Namun disisi lain, jiwa orang tersebut sebenarnya kosong. Itu terjadi lantaran apa yang telah diraihnya dilakukan dengan keterpaksaan. "Hal seperti itu yang tanpa disadari akan membuat seseorang selalu mencari kelemahan orang lain, “ imbuh Adrianus.

Ketika sudah mengetahui kelemahan orang lain, dia akan memanfaatkan kelemahan orang tersebut untuk menghibur dirinya sendiri. Menurut Adrianus, ketika seseorang merasa gelisah dengan kekurangannya dantidak ingin orang lain mengetahuinya, orang tersebut akan mencari gambaran yang paling mirip dengan dirinya untuk diperolok.

Dengan cara itu, dia akan merasa sedikit tenang, karena dia berpikir hidupnya tidak seburuk orang yang sedang diperbincangkan. “Jadi utnuk sebagian orang, bergosip seperti terapi refleksi diri. Dia mencemooh orang lain padahal dia ingin mencemooh dirinya sendiri. Atau, sebenarnya dia ingin mengungkapkan keadaannya kepada teman-tamannya, tapi dengan cara yang tidak langsung. Kalau bahasa pergaulan sekarang disebutnya curhat colongan, “ Urai Adrianus tertawa.

Yang jelas, apaun alasannya kebiasaan bergosip dikalang pria dan wanita bisa merusak kepribadian bila topic yang dibahas sudah menjelek-jelekkan orang lain. Apalagi bila yang diperbincangkan tidak didasarkan fakta. “Seseorang yang suka bergosip memandang segala sesuatu dari sisi negative. Inilah yang membuatnya menjadi orang yang pesimis, “imbuhnya. Padahal sebagai makhluk yang berinteraksi, bersosialisasi dan bermasyarakat, seseorang harus menjadi individu yang optimis dan bisa melihat segala hal dengan sudut pandang yang positif pula.

Orang yang suka bergosip, ditambahkan Enny, juga tidak dapat dipercaya. Menurutnya, jika orang yang digosipkan tahu, maka ia tidak akan mau berurusan lagi dengan orang tersebut apalagi percaya. “Kepercayaan dan amanah adalah hal yang penting apalagi antara yang bergosip dengan yang digosipkan saling mengenal. Hubungan baik bisa rusak akibat bergosip, “ tegasnya.

Walaupun gosip tampaknya menyenangkan dan kadang kala membawa manfaat, tapi tetap harus berhati-hati dan menjaga perasaan orang lain. “Semua kembali pada tiap individu, apakah ingin memiliki kepribadian yang baik atau tidak. Agar terhindar dari bergosip yang negative, antar teman sebaiknya selalu mengingat untuk menghindari obrolan yang tak bermanfaat. Bagaimanapun gosip seperti itu selalu diiringi distorsi komunikasi yang berujung fitnah,” pesan Enny. Wah jangan sampai niat fun jmustru merugikan orang lain. Bisa pula merugikan diri sendiri. KARTINI

0 comments:

Posting Komentar

Bunda Dan Ananda © 2008 Template by:
bunda dan ananda