Senin, 01 Februari 2010

BEKAL PENDIDIKAN SEKS BUAT SI BUYUNG

Kapan menjelaskan soal ‘mimpi basah’ pada anak laki-laki? Bagaimana caranya? Siapa pula yang harus menjelaskan, Ayah atau Bunda?

Ibu adit menemukan kebiasaan baru anak laki-lakinya, Agil. Sehabis mandi, Agil sering memeluknya dan menggesek-gesek “maaf” penisnya. Ibu Adit tidak lang bereaksi. Namun, ia menyadari bahwa ia harus segera menngambil tidakan.

Pada suatu sore sehabis mandi, ia mengajak Agil bicara soal itu. Ternyata jawaban anaknya diluar dugaan.
‘Habis kaku sih, ma...’
‘Trus, kenapa digesek-gesek?’

‘Biar bisa lemes dan kecil lagi, ma.’
‘Bisa, ya?’
‘Iya, lagian rasanya enak, ma.’

Deg, Ibu Adit lemas. Pikirannya berkecamuk, namun ia berusaha tetap tenang. Ia sadar harus melakukan sesuatu dan harus mulai mengajak Agil berbicara soal seks yang benar. Tapi Ibu Adit ragu dan malu. Bagaimana dan darimana memulainya?

Ilustrasi di atas hanya salah satu dari persoalan pendidikan seks sehari-hari yang dirangkum oleh V. Dwiyani, dalam buku ‘Ketika Buyung Bertanya’. Padahal masih banyak persoalan-persoalan lain seputar pendidikan seks untuk si buyung seperti mimpi basah, penis yang kaku, kenapa ayah berbulu, dari mana asalku, dan lain-lain.
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini lambat laun pasti akan muncul dalam keseharian dengan cara dan bahasa berbeda pada setiap anak. Persoalannya bagaimana orang tua bersikap diri menghadapi pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Menurut Sei W Rahmawati, Psi, psikolo pada Yayasan Pendidikan Nurul Fikri dan Konsultan Keluarga, setiap orang tua perlu memiliki bekal pendidikan seks bagi anak untuk membangun tanggung jawab anak sesuai jenis kelaminnya. Ini semua dimaksud agar anak bisa menjaga dirinya dan tumbuh menjadi manusia yang utuh.

Kesadaran sebagai laki-laki

Yusuf Madani, penulis buku ‘Pendidikan Seks Untuk Anak Dalam Islam’ yang juga seorang Profesor psikologi pada Ain Syam University Mesir dan Iran, membagi tahapan perkembangan anak menjadi tiga, yaitu masa kanak-kanak dini, kanak-kanak lanjut, dan persahabatan

Fase kanak-kanak dini berkisar pada usia tujuh tahun kebawah. Saat ini anak belum ‘dilibatkan’ dalam pelaksanaan ibadah. Namun, masa ini amat penting dalam membentuk pembiasaan hidup dan karakter. Di usia inilah anak harus sudah dibiasakan meminta izin saat masuk ke keamar orang tua, dibiasakan menutup aurat, diajarkan istinja, dan lain-lain.

Fase kanak-kanak lanjut, adalah persiapan masa taklik ( menanggung beban/ baligh). Di masa ini, orang tua perlu lebih tegas dalam mendidik anak beribadah, seperti sholat. Kebiasaan yang sudah ditanam pada masa sebelumnya lebih ditekankan lagi. Bahkan arahan Rasulullah orang tua boleh ‘memukul’ anaknya yang sudah berusia 10 tahun namun belum mau mengerjakan sholat.

Fase persahabatan. Pada masa ini anak telah mendapat beban tanggung jawab syariat (mukalaf). Anak sebaiknya diperlakukan sebagai teman setia yang selalu dibimbing dandituntun. Tujuannya agar mereka memahami kehalalan dan keharaman.

Pada masa ini, aanak sudah selayaknya diberi pemahaman soal keadaan junub dan bagaimana cara bersucinya. Orang tua jug aharus terus mendidik mereka untuk mempu menjaga syahwatnya dan menyalurkan energinya pada kegiatan yang positif.

Dalam psikolog perkembangan, fase persahabatan tergolong tahap transisi yang harus dilalui setiap anak. Biasanya, pada masa ini anak lelaki sudah menunjukkantanda kematangan seks sekunder, seperti tumbuh bulu di beberapa tempat, suara membesar dan munculnya jakun.

Perbedaan mendasar pada setiap tahapan usia, menurut Sri, adalah pada sisi tanggung jawabnya. Semakinbertambah usia, tanggungjawabnya semakin besar. Bila sebelumnya pusat perhatiannya, hanya tertuju pada rumah, sekarang lebih banyak dengan teman-teman dan lingkungan luar. ‘Pada masa ini, orang tua harus berusaha agar tetap menjadi pusat rujukan utama bagi anak-anaknya. Jangan sampai pusat rujukan pindah ke teman atau media informasi lain yang diragukan kebenarannya,’ jelas istri dari Ahmad mufti ini.

Kesdaran peran dan tanggungjawab sebagai laki-laki juga perlu dibangun sejak dini. Karena membangun kesadaran sebagai laki-laki akan membentuk tanggungjawbnya sebagai laki-laki. Membangun tanggungjawab pada anak laki-laki ini lebih merupakan bekal bagi kehidupannya masa dewasa sebagai kepala keluarga yang bertanggungjawab, bukan untuk membeda-bedakan perlakuan bagi anak laki-laki atau perempuan.

Dengarkan dan pahami anak

Ketrampilan orang tua dalam melakukan komunikasi efektif sangat penting dalam proses pendidikan seks di rumah. Kegagalan dalam berkomunikasi akan menimbulkan banyak permasalahan. Karena soal inilah, kata Sri, anak remaja sering marasa lebih nyambung menceritakan berbagai persoalannya kepada teman seusianya ketimbang kepada guru atau orang tua. Alasannya, orang tua banyak yang tidak memahami perasaan dan keadaan yang sedang dialami anak dan lebih banyak mendikte. Karena itu menggunakan bahasa pokoknya, yang penting, dan sejenisnya yang sering dipakai orang tua akan membuat jarak pemisah antara orang tua dan anak semakin besar.

Kegagalan komunikasi ini tentu berdampak pada keengganan anak menjadikan orang tuanya sebagai sumber rujukan yang pertama. Rujukan ini pada akhirnya akan dialihkan pada teman, majalah, internet, dan sumber-sumber lain yang belum tentu bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Hal lain, jangan terlihat kaget dan reaktif dengan penjelasan anak. Seperti ilustrasi Ibu Adit dan Agil. Ibu Adit telah memberikan contoh yang baik dalam mencoba memahami dan mendengarkan anak. Ia tidak langsung bersikap reaktif dalam percakapan tersebut hingga dari mulut Agil bisa muncul pengakuan tentang ‘kenikmatan’ yang diperolehnya dengan menggesek-gesekkan penis.

Pentingnya peran Ayah

Dalam memberi pendidikan seks untuk anak laki-laki, siapa sih yang sebaiknya berperan, ayah, atau bunda?

Ayah dan Bunda tetu saja sama-sama punya andil dalam memberikan pendidikan seks kepada anak laki-lakinya. Namun dalam memberikan penjelasan soal organ reproduksi, mimpi basah, penis yang mengeras, dan hal-hal lain yang terkait dengn organ reproduksi pria sebaiknya dilakukan oleh ayah. Selain bisa lebih ‘tepat’ dalam menjelaskan tentang konsep puber pada anak laki-laki, dari sisi tahapan perkembangan hal ini menjadi penting karena dalam diri anak ada masa pencarian identitas diri (sel-identity)

Jika tidak mendapatkan idola laki-laki seprti ayahnya, anak bisa cenderung mengidolakan ibunya secara berlebihan, atau mencari idola lain diluar yang belum tentu sesuai dengan nilai-nilai keluarga. Jadi, posisi ayah memiliki peran yang sangat penting bagi anak laki-laki dalam pencarian identitas diri. Karena ayah pun harus berupaya agar dapat menyediakan waktu khusus tersebut dapat dimanfaatkan sebagai waktu penting dalam membicarakan permasalahan yang dihadapi anak, khususnya masalah kesehatan reproduksi.

Pendidikan seks di rumah

Pendidikan seks dirumah bisa dimulai darimengajarkan adab-adab dan akhlaqul karimah dalam pentingnya menjaga kesopanan. Berbagai pertanyaan seprti ‘Darimana asalku?’ bisa dijelaskan dengan ringkas sesuai tahap perkembangan anak.

Jawaban pertama yang mudah adalah ‘Kamu keluar dari perut Bunda’. Lalu bukalah al Qur’an dan tunjukkansurat an Nahl yang berbunyi: ‘Dan Allah telah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian.’ Bila anak sudah puas dengan jawabannya itu berhentilah.

Namun bila pertanyaannya berlanjut ‘Kenapa bisa dari perut bunda?’ Maka, bukalah surat al Mu’minum yang berbicara tentang penciptaan manusia. ‘Allah adalah pencipta manusia. Dia menjadikan dari sperma didalam perut ibunya yang disebabkan oleh ayah kemudian sperma itu berkembang menjadi anak lalu keluar.

Bagi anak yang cukup besar, penjelasan lanjutan soal sperma, penis, yang mengeras, geli bila digesekkan, tumbuh kembang janin dan seterusnya berikanlah sesuai fakta sebenarnya tanpa kebohongan. Namun sesuaikan pula dengan kebutuhan anak.

Tidak perlu memberikan penjelasan lengkap di luar kebutuhan anak. Tandanya mudah, yaitu bila anak sudah tidak bertanya lagi cukupkan saja penjelasan untuk pertanyaannya. Bila memungkinkan carilah buku sederhana yang menjelaskan tentang tubuh dan jadikan sebagai rujukan.

Berbagai perilaku yang menyimpang juga harus diwaspadai dan segera dihentikan dengan cara yang baik. Misalnya, kebiasaan memegang penis yang kadang dilakukan anak laki-laki sebelum tidur, menggesek-gesekkan penis, harus segera dubah dan dialihkan.

Misalnya saat memgang penis hendak tidur, lepaskan pegangan tangan pada penis, alihkan dengan memegang tangan ibu. Saat anak menggesek-gesekkan penisnya, hentikan dengan mengalihkannya, tapi, jangan dimarahi.

Sebagian orang berpendapat mengajarkan anak bertelanjang adalah baik dalam pendidikan seks. Mandi bersama, menurut pendapat tersebut baik untuk mengajarkan perbedaan organ seksual laki-laki dan perempuan. Tapi, dalam hukum islam tidak benar.

Dalam Islam, sopan-santun merupakan ciri pertumbuhan manusia. Sehingga orangtua harus menjaga auratnya di depan anak-anak karena malu sebagian dari iman. Karena itu, arahan Islam soal pendidikan seks misalnya berwujud dengan melakukan pemisahan kamar anak laki-laki dan perempuan pada usia 7 tahun, menghindari anak-anak tidur satu ranjang atau dengan bahasa lain satu selimut.

Biasakan pula anak meminta ijin memasuki kamar pribadi orang lain. Konsekuensinya, orang tua perlu menghormati urusan pribadi anak. Jangan lupa mengetuk pintu kamar anak dan meminta ijin untuk masuk ke kamarnya, termasuk dalam menggunakan barang-barang miliknya.

Semua ini dimaksudkan dalam rangka membiasakan kesopanan dan membangun kehati-hatian. Selain menjaga jangan sampai anak menyaksikan hubungan intim suami dan istri, hal ini juga dilkukan untuk menjaga aurat orang tua di depan anak.

Jadi pendidikan seks kepada anak sibuyung tak perlu ditunda lagi. Susun strategi dan mulailah sekarang juga.

Pendidikan seks berawal dari rumah

Pendidikan seks berawal dari orangtua. Untuk memberikannya, orang tua perlumemiliki komunikasi efektif dan pengetahuan seperti:

Bermakna luas. Makna pendidikan seks sangat luas. Bukan hanya berkisar soal hubungan seksual, namun juga soal perkembangan menusia, penyadaran peran berdasarkan perintah Allah swt, hubungan antar manusia, adab-adab berpakaian, masuk kamar orangtua, syarat syahnya beribadah, kemampuan personal tentang nilai, komunikasi negosiasi dan pengambilan keputusan, perilaku seksual, kesehatan seksual, serta budaya dan masyarakat.
Komunikasi efektif. Lewat komunikasi efektif, orang tua akan memahami bahasa anak sesuai kebutuhan mereka. Hindari menceramahi anak karena pada sat dceramahi orangtua menempatkan dirinya pada posisi ‘diatas’. Karena itu gunakan bahasa yang sesuai dengan usia mereka. Misalnya bahasa gaul bagi si remaja.
Jadilah pendengar yang baik. Pahami pikiran dan perasaan anak-anak. Dengan didengarkan, anak-anak akan meresa diterima. Jika sudah merasa diterima, mereka akan membuka diri, percaya sehingga mudah diajak kerja sama.
Hindari konotasi negatif alat kelamin. Jangan menggunakan istilah-istilah yang tidak tepat, seperti ‘burung’ untuk mengganti kata penis, atau ‘nenen’ utnuk payudara. Persepsi tentang bagian tubuh yang keliru akan berdampak negatif bagi anak di masa yang akan datang. Sebaiknya gunakan saja istilah yang sebenarnya, misalnya penis, skrotum, testis, dan lain sebagainya.
“Golden Moments’. Pada saat tertentu, anak pasti akan berhadapan dengan peristiwa reproduksi sebenarnya, misalnya ada cicak yang sedang kawin. Gunakan kesempatan itu untuk menjelaskan tentang reproduksi cicak.
Waspada sentuhan berbahaya. Ajarkan anak untuk berhati-hati terhadap sentuhan orang dewasa. Ajarkan bahwa ada sentuhan sayang, misalnya sentuhan dari orang tua. Tapi ada sentuhan yang berbahaya, misalnya sentuhan orang dewasa yang menyentuh daerah kemaluannya. Ajarkan anak untuk berteriak bila ia menghadapi hal seperti itu.(ummi/mei2005)




1 comments:

BaNi MusTajaB mengatakan...

postingan menarik. menjadi bekal buat para pembacanya.

Posting Komentar

Bunda Dan Ananda © 2008 Template by:
bunda dan ananda