Sabtu, 18 Juli 2009

CERDASKAN & BAHAGIAKAN ANAK DENGAN STIMULASI SESUAI KEBUTUHAN


Sudah cerdas, bahgia pula. Senang sekali jika anak-anak kita punya keduanya. Asal anda rela tak sulit menyeimbangkan antara kegiatan yang mencerdaskan dan yang membahagiakan si kecil.

“Ma, boleh enggak Kayla hari ini enggak usah les?”
“Kenapa ? bosan?” Tanya Tita, ibu Kayla.
“Mmm…iya. Kayla hari ini pingin main sepeda sama Dira,” jawab Kayla yang les bahasa inggris sejak usia 5 tahun.
“Kamu harus rajin les. Kalau kamu piuntar bahasa inggris, kamu juga yang senang, “ bujuk Tita. Kayla diam termangu, membayangkan senangnya bersepeda bersama teman-teman. Sebetulnya Kayla juga sudah lelah dengan kegiatan lain, seperti les menari yang dipelajarinya sejak ia berusaha 4 tahun karena, menurut ibunya, Kayla berbakat menari.
Sebagai ibu, Tita merasa bertanggung jawab memberi stimulasi yang tepat bagi anaknya. Kecerdasan di semua bidang haruslah mendapat stimulasi agar Kayla berkembang menjadi manusia cerdas yang kelak mengisi ruang-ruang sekolah yang bagus, perguruan tinggi terbaik dan dunia kerja yang tak mungkin terisi oleh orang yang biasa-biasa saja.
Di era globalisasi, dunia kerja di negeri ini bias saja diisi orang bule atau orang-orang negeri jiran yang konon lebih hebat dibanding orang kita. Mungkin Tita satu contoh dari sekian banyak orang tua yang gemar menakut-nakuti diri sendiri dengan berbagai isu masa depan. Bias jadi anda pun punya kekhawatiran seperti Tita, sehingga kalap dalam menstimulasi si kecil.

Stimulasi memang penting

Secara alami, anak punya potensi menjadi cerdas. Sejak bias berjalan, ia punya keinginan kuat mempelajari apa saja. Secara alami pula, anak punya potensi bersikap optimiss dan bahagia. Kalimat-kalimat menjanjikan itu ditulis Martha Heineman Pieper, Ph.D. dan beberapa rekannya dalam buku Smart Love.
Bagaimana potensi kecerdasan distimulasi> apa sebenarnya yang dipahami orang tua tentang kecerdasan? “Banyak orang tua salah kaprah memahami kecerdasan. Kebanyakan mengira anak yang dapat melakukan banyak hal adalah anak cerdas,” ujar Erniza B Juewono, M.Si, Staf Pengajar di Bagian perkembangan Fakultas Psikologi, universitas Indonesia. Padahal mengacu pada definisikan kecerdasan, anak cerdas adalah anak yang punya kemampuan global untuk bertindak secara terarah berpikir secara rasional dan menyesuaikan diri dengan lingkungan secara efektif.
Ayah dua anak balita , Panca B. Wibawa (35), berpendapat bahwa kecerdasan muncul dalam perilaku. Kecerdasan bagi konsultan kesehatan ini merupakan gabungan dari pemahaman teori dan kreativitas. Anak cerdas berarti anak bersikap taktis menghadapi lingkungannya.
Sedangkan Rina Pane (37), ibu dari Fauzan (7) dan Resi (5) meyakini adanya multiple intelligence, kecerdasan majemuk sehingga dalam usahanya mencerdaskan anak. Rina tak menuntut anak jadi juara di sekolah. Ia memperhatikan kekuatan anaknya dan memberi stimulasi pada kekuatan itu.
Untuk menjadi anak cerdas, stimulasi memang penting. Stimulasi apa yang mampu mencerdaskan anak?” untuk anak usia prasekolah bermain merupakan kegiatan utama. Berbagai kegiatan dan beragam permainan bias dilakukan orang tua bersama anak untuk menyeimbangkan otak kanan dan otak kirinya, tandas Erniza.

Stimulasi sesuai kebutuhan anak

Sayangnya banyak juga orang tua tak paham soal itu. Dari pengalaman di ruang konsultasi Erniza menemui tidak sedikit anak-anak usia sekolah dengan masalah emosi. Orang tua mengeluhkan prestasi belajar anak yang menurun. “setelah diteliti, ternyata anak-anak itu sangat jenuh dengan berbagai aktivitas yang dijalaninya sejak usia prasekolah yang kadang0kadang bukan kegiatan yang disukai anak,” ujar Erniza. Psikolog ini mencontohkan, “ Ada anak yang dipaksa belajar piano, padahal ia lebih suka menulis puisi.”
Mengapa ini bias terjadi? Orang tua mengidentifikasi diri mereka pada anak-anaknya. Mereka memberi stimulasi sesuai keinginannya bukan kebutuhan anak. Orang tua mwemaksakan minatnya pada anak kalau anak berhasil orang tua juga meras berhasil. “Kebanggaan dirinya duluan yang diutamakan, “ kata Erniza.
Kecenderungan itu, menurut erniza terjadi di perkotaan. Anak disuruh belajar banyak hal hingga tak ada lagi waktu senggang untuk bermain. Padahal anak butuh bermain. Si kecil pun belajar banyak hal melalui bermain.

Faktor usia menentukan

Para psikolog perkembangan diseluruh dunia sepakat anak belajar melalui bermain. Kathy Hirs Pasek, Ph.D, penulis Einstein Never Used Flash Cards: How our Children Really Learn, And Why They Need to play more and Memorize Less, mengungkapkan bermain sama dengan belajar. melakukan permainan sederhana merupakan kunci dari mengasuh anak agar cerdas dan bahagia. Sependapat dengan Pasek, Erniza mengatakan, untuk anak usia prasekolah, usaha mencerdaskan yang tepat adalah melalui permainan “Anak-anak yang dicintai dan diasuh orang tua yang menikmati bermain bersama anak, akan tumbuh cerdas dan bahagia,” ungkap pasek dalam bukunya.
Memang otak anak usia prasekolah, menurut Erniza, bukan untuk diisi prasekolah diberi stimulasi yang sifatnya terstuktur? Kapan waktu tepat?” boleh saja, sejauh kegiatan itu sifatnya bukan akademis. Sesuatu yang sifatnya mengembangkan kreativitas seperti melukis atau menari, dan tidak menyita waktu istirahat dan waktu bermain,”tandas Erniza.

Kecerdasan majemuk dan kecerdasan emosi

Rina, yang melihat kekuatan Resi dibidang bahasa, mengikuti Resi dalam sebuah kursus bahasa Inggrid sejak putrasnya berusia 4 tahun. Bagi Rina, bidang lain pun, seperti olahraga dan musik perlu distimulasi mengingat adanya kecerdasan majemuk tadi. Itu sebabnya Fauzan diikutkan dalam olahraga taekwondo. Rina ingin belajar piano, “ demikian alasan Rina, yang sempat cemas dengan isu globalisasi hingga ia bungung memilih TK. Sebagai ayah dua putrid berusia 3 tahun dan 2 bulan Panca merasa yakin stimulasi kecerdasan yang sangat penting untuk anak balita hanyalah bermain. Ada saatnya anak bermain bersama orang tuanya, tetapi diusia tertentu,anak juga perlu bermain secara terarah, misalnya dikelompok bermain.” Tapi yang paling penting bagi anak agar ia cerdas dan bahagia adalah kebebasan,” ujar Panca.
Kebebasan, bagi Panca merupakan landasan anak menata perilaku. Dengan percaya azka belajar menghargai kebebasan orang lain, bebas mengekspresikan diri serta bebas berbicara dan berkepribadian terbuka. Panca yakin kepribadian macam inilah yang dapat mengantar anak pada keberhasilan hidup.
Dalam istilah lain, yang dimaksud Panca bias jadi selain kecerdasan intelektual, anak perlu cerdas secara emosi. Erniza menekankan orang tua perlu terus-menerus disadarkan dan diingatkan pentingnya mengasah kecerdasan emosi anak-anaknya-anaknya. (lihat boks: 10 Cara Melatih Anak Cerdas Emosi).

Anak butuh dukungan

Banyak hal dilakukan orang tua demi kebaikan anak. Dari itu semua yang penting adalah dukungan terhadap aktivitas anak, apalagi bila aktivitas itu pilihan si kecil. “Suatu saat kalau Azka ingin belajar melukis, saya akan mencarikan sanggar lukis. Bila usianya sudah cukup untuk belajar bahasa, sejauh itu keinginan Azka, saya mengizinkannya belajar bahasa,” ungkap Panca.
Meski dukungan orang tua terhadap kegiatan yang diminati anak itu penting, orang tua juga perlu waspada kebablasan , karena dukungan bisa-bisa berubah jadi tuntutan. “Tuntutan sama artinya tidak ada dukungan,” ujar Erniza. Anak yang selalu dituntut, tidak punya motivasi. Sementara dukungan yang tepat memotivasi anak mencapai prestasi yang baik (Lihat boks : Tepat Mencerdaskan & Membahagiakan Anak ).
Dukungan yang tepat dapat berupa pujian saat anak mendapat prestasi dari kegiatan yang disukainya. Misalnya, saat anak mendapat hadiah dari sanggar tari karena ia dapat melakukan gerakan tari dengan baik. Sepatutnyalah orang tua memberi pujian. Jangan karena menari bukan kegiatan yang orang tua sarankan, lantas anak tidak dipuji.
Dukungan dan pujian yang tepat merupakan pupuk bagi pertumbuhan harga diri yang sehat. Harga diri sehat merupakan sumber kebahagiaan anak. “Sayangnya, ada saja orang tua yang tidak perhatian terhadap kebahagiaan anak. Menurut mereka, kebahagiaan sudah ada pada anak dengan sendirinya,” tutur Erniza (Lihat boks: Syarat Anak Bahagia: Punya Self Esteem & Self Confidence ). Lalu, karena kebahagiaan itu sudah ada, orang tua merasa tak perlu lagi memupuknya.
Dengan begitu, yang terjadi, anak-anak di usia dini merasa tidak bahagia. “Mereka merasa dituntut, tetapi tak pernah mendapat pujian. Akibatnya, anak-anak itu terusik harga dirinya. Mereka tak punya self esteem ,” papar Erniza, yang juga ibu dua anak beranjak dewasa. Padahal kebahagiaan itu bersumber pada harga diri. Prioritaskanlah membangun harga diri anak sekarang juga!

10 Cara Melatih Anak Cerdas Emosi

• Ajar anak mengubah tuntutan menjadi pilihan. Katakan padanya tidak ada alasan keinginannya harus selalu dipenuhi dan marah-marah. Beri anak pujian bila ia dapat mengendalikan kemarahannya.
• Latih anak untuk menyatakan kebutuhan secara asertif, tetapi tidak ada jaminan ia akan mendapatkannya .
• Biarkan anak mengungkapkan dan bertanggung jawab atas setiap perasaan yang dialaminya. Dengan begini ia juga bertanggung jawab atas perasaan orang lain. Hindari menyalahkan anak saat Anda sendiri marah.
• Dorong anak untuk mengembangkan hobi dan minatnya yang dapat memberinya waktu luang dan kemandirian .
• Biarkan anak menyelesaikan sendiri pertikaian antara dia dengan saudara atau temannya
• Bantu anak bertoleransi terhadap gangguan orang lain. Ajarkan pula bagaimana menghindari gangguan, misalnya diolok-olok. Ajarkan anak membalas olok-olok dengan kata-kata yang baik, “Olok-olok enggak bikin sakit tuh.”
• Bantu anak untuk memperhatikan kekuatannya dengan menekankan hal-hal yang dapat ia lakukan.
• Dorong anak berperilaku seperti yang ia ingin orang lain lakukan terhadap dirinya.
• Bantu anak berpikir alternatif serta melihat berbagai kemungkinan ketimbang bergantung pada satu pilihan. Misalnya, anak hanya punya seorang teman. Saat temannya itu tidak ada, ajarkan anak mencari teman lain, jangan hanya merasa ia tak punya teman.
• Tertawa bersama. Doronglah anak dapat mentertawakan dirinya sendiri. Orang yang terlalu serius terhadap dirinya sendiri sulit menikmati hidup. Sense of humor yang baik dan kemampuan melihat sisi terang kehidupan, penting untuk meningkatkan kegembiraan

Tepat Mencerdaskan & Membahagiakan Anak

Beberapa cara berikut bisa Anda jalankan agar si kecil cerdas sekaligus bahagia:

• Mengenali kebutuhan. Memaksakan minat orang tua pada anak menghambat proses belajar. Ia belajar dengan gembira dan mudah bila sesuai minatnya. Bila anak butuh belajar melukis, jangan paksa dia belajar balet.
• Membebaskan berekspresi. Berbagai cara digunakan untuk berekspresi. Bebaskan (tentu dengan panduan Anda) anak berekspresi agar ia kreatif. Anak yang kreatif cenderung lebih gembira karena berhasil mencapai sesuatu dengan caranya sendiri.
• Mendukung dengan tulus. Ibarat energi, dukungan memotivasi anak untuk terus mengembangkan diri dengan gembira.
• Mewariskan nilai baik. Mencerdaskan anak berarti membagi diri sendiri dan nilai-nilai serta keyakinan baik pada anak. Anak-anak berkembang dalam suasana cinta, penuh harapan dan semangat. Dengan menanamkan nilai-nilai hidup Anda pada anak, berarti Anda membagi bagian diri Anda yang baik untuk ada dalam diri anak.

Syarat Anak Bahagia : Punya self esteem & self confidence

Self esteem , harga diri, dan self confidence , percaya diri, bisa membuat Anda bahagia. Bangunlah dua hal itu dengan:

• Memberi kedekatan emosi yang kuat. Merasa punya akar dalam keluarga dan mengalami kehangatan kedua orang tuanya, memberi landasan rasa aman bagi anak. Si kecil butuh cinta tak bersyarat dari orang tuanya, dan menjadi bagian dari keluarga, sekolah dan lingkungan sekitar.
• Memberikan kesempatan bermain bebas. Pastikan anak punya waktu cukup bermain bebas, bukan kegiatan terstruktur. Bermain atau kegiatan tak terstruktur membantu anak menyelesaikan masalah, membuat keputusan, membantu anak mencari kelebihannya dan menggunakan kekuatannya sendiri.
• Tak pelit memuji. Beri pujian saat anak melakukan hal-hal baik. Jelaskan bahwa ia melakukan sesuatu yang baik dan terpuji.
• Tidak terlalu cepat mengekspresikan emosi negative. Meski hanya ekspresi wajah, anak bisa menangkap perasaan negatif orang tuanya. Si kecil merasa tidak bahagia melihat ibu dan ayahnya tidak bahagia karena ia merasa tak dapat membahagiakan orang tuanya.

Najwa Shihab
Penyiar televisi, ibu 1 anak
“Asal Izzat Tak Terbebani”

Bagi saya, kecerdasan, kebahagiaan dan kesehatan, sama penting. Saya mengupayakan kecerdasan Izzat (3 tahun) dari hal-hal sederhana. Misalnya, membacakan buku, mendongengi atau mengarangkan cerita sendiri. Izzat juga kami libatkan dalam percakapan sehari-hari. Saat kami ke Boston , Amerika, perjalanan sangat lama. Saya katakan pada Izzat bahwa kami akan berhenti di kota mana saja.
Sejak Izzat berusia 8 bulan ia ‘sekolah' dua kali seminggu, tetapi Izzat boleh datang kapan saja untuk memanfaatkan fasilitas sekolah. Ia senang karena banyak mainan. Sekarang kalau ia mengatakan “ enggak usah sekolah”, saya tidak paksa dia ke sekolah.
Selain dua kali seminggu ke ‘sekolah', ia juga les melukis di sekolahnya. Kegiatan itu hanya main-main dengan cat. Ini mulai diikuti sejak ia berusia 2,5 tahun. Saya pilih kegiatan ini karena ia sedang senang mencoret-coret, dan letak sekolah tak jauh dari rumah. Sesekali Izzat les mengaji di rumah teman saya.
Ini semua saya lakukan agar anak saya happy . Apa rencana saya saat Izzat berusia 5 tahun? Lihat saja nanti. Apakah ia perlu pelajaran tambahan di luar sekolahnya, atau dari sekolah saja cukup. Yang penting Izzat tidak terbebani.

Bahaya Stimulasi Berlebihan!

• Otak anak terisi banyak hal melebihi batas yang dapat diterima. Padahal, kemampuan berpikir manusia berkembang dari satu tahap ke tahap berikut. Setiap tahap punya ciri khas yang tidak dapat disamakan
• Kekuatan fisik anak ada batasnya. Stimulasi berlebihan berarti menyita tenaga anak, sehingga ia kelelahan. Para psikolog sepakat anak-anak yang kelelahan, berpotensi besar mengalami depresi di usia remaja. Depresi di usia remaja merupakan pemicu bunuh diri di usia selanjutnya.
• Otak anak ibarat spons yang menyerap apa saja yang dapat diserap. Yang tidak dapat diserap berlalu dari otak. Oleh karena itu, stimulasi berlebihan percuma saja.
• Anak-anak belajar dengan baik ketika kebutuhan fisik terpenuhi dan ia merasa aman. Mereka belajar banyak melalui interaksi dengan orang lain terutama lewat bermain.

0 comments:

Posting Komentar

Bunda Dan Ananda © 2008 Template by:
bunda dan ananda