Sabtu, 25 Februari 2012

SEKOLAH ISLAM TERPADU



Mencari Format Ideal Sekolah Islam Terpadu

Mencari sekolah Islam yang unggulan pada kurun waktu 10 atau 20 tahun lalu sangat sulit. Namun bukan berarti pada masa sekarang menjadi mudah. Levelnya masih pada gampang-gampang susah. Meski banyak prestasi yang sudah ditorehkan oleh sekolah Islam terpadu, namun konsep integrasi ilmu pengetahuan di Indonesia masih pada taraf trial and error.

Umat Islam Indonesia terlalu lama terkungkung oleh pengaruh peradaban Barat yang meniupkan adanya pemisahan intelektual, antara ilmu agama dan ilmu umum sebagai dua disiplin yang tidak dapat ditemukan. Akibatnya, tingginya ilmu seseorang tidak menjadikannya semakin ‘alim dan sholeh, justru makin menjauhkannya dari Alloh SWT.


Mencari sekolah Islam yang unggulan pada kurun waktu 10 atau 20 tahun lalu sangat sulit. Namun bukan berarti pada masa sekarang menjadi mudah. Levelnya masih pada gampang-gampang susah. Meski banyak prestasi yang sudah ditorehkan oleh sekolah Islam terpadu, namun konsep integrasi ilmu pengetahuan di Indonesia masih pada taraf trial and error. Umat Islam Indonesia terlalu lama terkungkung oleh pengaruh peradaban Barat yang meniupkan adanya pemisahan intelektual, antara ilmu agama dan ilmu umum sebagai dua disiplin yang tidak dapat ditemukan. Akibatnya, tingginya ilmu seseorang tidak menjadikannya semakin ‘alim dan sholeh, justru makin menjauhkannya dari Alloh SWT.

Namun kita harus tetap optimis. Eksistensi sekolah Islam terpadu yang kini tengah menjadi trend membawa angin segar bagi dunia pendidikan Islam di tanah air. Umat Islam berharap eksistensinya membuat para pemerhati serta praktisi pendidikan Islam mampu mengaplikasikan konsep pendidikan integral dalam bentuk lembaga pendidikan - seperti yang pernah dilakukan Prof. Al-Attas dengan ISTAC-nya -, yang dimulai dari jenjang pendidikan dasar.

Misi besar pendirian SDIT adalah menghapus dikotomi ilmu kemudian memunculkan monokotomi ilmu. Konsep al-Ghazali yang membuat bangunan keilmuan berdasarkan asas manfaat (hukum mencarinya menjadi fardhu ain dan fardhu kifayah) menjadi landasan bagi terciptanya bangunan ilmu yang bersifat integratif sehingga keterpecahan kepribadian yang melanda anak didik dapat teratasi.

Dalam seminar interdisciplinary ke-126 pada 18 Juni 2011 bertajuk “Strategi Mencari Keunggulan Sekolah Islam”, dipaparkan segenap kegelisahan serta upaya yang sudah dilakukan oleh para pemerhati serta praktisi pendidikan Islam terhadap permasalahan pendidikan Islam di tanah air. Acara yang terselenggara berkat kerjasama Ikatan Alumni program studi MPI (Magister Pemikiran Islam) dan MPd.I (Magister Pendidikan Islam) dengan Pascasarjana UMS menghadirkan para pemerhati sekaligus praktisi pendidikan Islam.

Konsep integrasi ilmu dipaparkan secara atraktif oleh Muhammad Haris, S.E., kepala sekolah ‘Semesta’ Semarang yang sudah sering menorehkan prestasi di olympiade-olympiade tingkat nasional maupun internasional. Haris menuturkan pengalamannya merintis sekolah Islam terpadu ‘Semesta’ yang bekerjasama dengan Turki ini. Berawal dari aktivitas mahasiswa UNDIP Semarang di sebuah Taman Pendidikan Al-Qur’an, kemudian muncul ide tentang pendidikan terintegrasi. “Otak Jerman, hati Mekkah”, tukas Haris. Pendiri sekolah ‘Semesta’ berharap anak didiknya tumbuh menjadi pembelajar yang unggul dalam ilmu kauliyah maupun kauniyah.

Senada dengan Haris, pendiri Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) yang juga diundang sebagai pembicara menegaskan kegelisahannya terhadap hasil pendidikan sekular yang menghasilkan keterpecahan anak didik; semakin tinggi pendidikannya, semakin tidak beres aqidahnya. “Yang harus dilakukan adalah membangun sekolah Islam integral yang bisa menghasilkan pribadi yang sempurna, yang komprehensif, kuasai ilmu kauniyah dan kauliyah sekaligus”, jelasnya. Awal pendidikan Islam bermula dari tempat yang sangat sederhana, yaitu serambi masjid yang disebut al-Suffah. Seluruh aktivitas umat Islam terpusat di masjid. Setelah dibangun aqidah yang bentuk fisiknya ada di masjid, baru membangun aspek yang lain. “Konsep pendidikan Islam integral di Indonesia pernah dipraktekkan oleh Wali Songo. Mereka merupakan prototipe manusia yang komprehensif, ahli ilmu kauliyah sekaligus kauniyah. Buktinya, masjid Demak yang dibangun ratusan tahun yang lalu hingga kini masih berdiri kokoh. Itu menunjukkan kepada kita semua bahwa mereka ulama sekaligus teknokrat”, imbuhnya.

Dr. Muinudinillah Basri yang berbicara dalam seminar tersebut menggarisbawahi bahwa kelebihan yang dimiliki seorang Muslim adalah wakaf bagi kaum muslimin. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita menggali strategi-strategi yang digunakan oleh sekolah-sekolah Islam dalam mencapai keunggulannya. Dr. Muinudinillah juga menekankan bahwa pendidikan Islam muaranya harus dari Alloh SWT, kemudian berangkat bagaimana Alloh mendidik alam semesta ini yakni memadukan antara sunnatullah kauliyah dan sunnatullah kauniyah. Hukum alam adalah hukum Alloh juga. “Ketika Alloh mendidik dengan dua didikan ini, maka dalam kurikulum kita break down, bahwa tidak ada dikotomi antara ilmu fardu ‘ain dna fardu kifayah”, kata Dr. Muinudinillah. Ditambahkan oleh Dr. Muinudinillah, pendidikan dan pendidik yang berhasil adalah yang Robbaniyy, mampu mendidik dengan sunnatullah kauliyah dan kauniyah.
Menurut Dr. Muinudinillah, kurikulum yang pertama kali harus diberikan pada anak didik adalah tahfizhul Qur’an. Itu merupakan basic dan anak didik harus mampu berinteraksi dengn Al-Qur’an. Yang kedua adalah tazkiyah atau akhlakiyyah, bagaimana para bisa menjadi teladan, yang ketiga adalah ta’limul Qur’an dan sunnah, keempat adalah ta’limul ilmu-ilmu yang bermanfaat yakni skill yang praktis. “Yang namanya pesantren kalo memiliki filosofi ini tidak akan dihalangi untuk unggul. Anak-anak pesantren bisa memiliki kemampuan yang komprehensif”, tukas Dr. Muin. Dan adanya para pendidik yang terintegrasi ilmunya sangat diperlukan untuk mewujudkan semua ini. “Dengan begini, maka Barat dan Timur harus mengakui kehebatan Islam,” tegas Dr. Muinudinillah mengakhiri seluruh sesi seminar.

Buku Peradaban Islam: Makna dan Strategi Pembangunannya karya Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi turut menjawab problematika di atas. Poin terpenting untuk membangun kembali peradaban Islam harus dimulai dari pengembangan ilmu pengetahuan Islam. Termasuk dalam hal ini adalah membangkitkan tradisi keilmuan Islam dengan menggali konsep-konsep penting khazanah ilmu pengetahuan Islam dan menyebarkannya agar dimiliki oleh kaum terpelajarnya yang secara sosial berperan sebagai agen perubahan dan yang secara individual sebagai decision maker. Penguasaan konsep-konsep kunci inilah yang nantinya bisa mengubah aplikasi yang tadinya hanya berkisar pada level trial and error menjadi success. Semoga.
Sumber : http://www.inpasonline.com

0 comments:

Posting Komentar

Bunda Dan Ananda © 2008 Template by:
bunda dan ananda