Sabtu, 16 Juli 2011

DIABETES




MAKANLAH NASI SEKALI SAJA!

Ketika menyantap nasi, yang Cuma sekali sehari, sertai nasi tersebut dengan sumber protein dan sayuran dalam porsi sama besar.

Itu nasehat buat mereka yang terlalu banyak mengonsumsi makanan kaya karbohidrat (KH). Dengan cara itu, penolakan insulin bias di hindari. Kemungkinan menderita kegemukan diabetes tipe 2, hipertensi, dan serangan jantung pun bias diperkecil.
Makan nasi tiga kali sehari sudah jadi kebiasaan orang kita. Namun, sadarkah bahwa perkembangan zaman membuat kita mengonsumsi KH dalam jumlah besar dan dengan frekwensi tinggi? Skadar contoh, banyak yang bilang belum makan kalau belum makan nasi. Padahal dia sudah menyantap 1-2 potong roti isi daging, keju, atau pisang coklat.

Bahkan, ada yang doyan ngemil di antara waktu makan nasi tiga kali sehari. Dalam tujuh jam kerja misalnya, seorang karyawan bias mengonsumsi kopi atau teh tiga kali, masing-masing dengan gula sebanyak 3-4 sendok the. Belum lagi makan camilan. Artinya, sepanjang hari mereka melahap berbagai makanan sumber KH.

Tak bias disangkal, industry makanan seperti cake, cookies, permen, dan berbagai jenis soft drink membuat kita dengan mudah mengonsumsi camilan ber KH tinggi itu. Belum lagi produk junk food yang hadir untuk memenuhi kebutuhan orang makan cepat lantaran desakan waktu.

Bila hal itu berlanjut, kita akan ketagihan untuk terus-menerus mengonsumsi KH dalam jumlah besar. Kita pun masuk dalam keadaan yang disebut adiksi KH, yakni suatu ketidak seimbangan fisik yang membuat kita terpasa terus merasa lapar akan makanan sumber KH. Yang termasuk dalam makanan sumber KH diataranya nasi, roti, cake, sereal, eskrim, cokelat, potato chips, kentang, popcorn, danberbagai makanan manis.

Apa bahayanya? Yang pasti, berbagai penyakit bias muncul. Termasuk didalamnya kuartet penyakit mematikan obesitas, diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit jantung.

Celakanya, terapi atau pengobatannya sering memberatkan atau bahkan mustahil dijalankan oleh sebagian penderitanya. Untuk mengontrol tekanan darah tinggi misalnya, selain harus mengonsumsi obat hipertensi, seorang penderita juga mesti menjalani modifikasi gaya hidup berupa diet dan olah raga.

Ia kudu menjalani diet dengan membatasi asupan lemak, kalori, dan garam. Ini yang sering membuat penderit berjuang keras mengubah pola makannya dan frustasi karena tubuh mereka tak henti-hentinya menuntut makan. Akhirnya, ia gagal menjalaninya.
Namun, jangan khawatir. Para dokter dan ilmuwan menemukan bahwa hiperinsulinemi (kelebihan kadar insulin dalam darah) dan resistensi insulin (penolakan tubuh atas aksi homon insulin) bertanggung jawab atas perkembangan penyakit-penyakit itu. American Heart Association pernah menyatakan, kadar insulin yang tinggi telah menjadi penanda adanya risiko serangan jantung.

Dengan adanya pengetahuan baru ini, metode pencegahan dan perbaikan kondisi penderita penyakit obesitas, diabetes mellitus, hipertensi dan penyakit jantung berubah sama sekali. Kini penderita tidak perlu menjalani program diet memberatkan. Pada dasarnya program baru itu bertujuan mengontrol kadar insulin dalam darah. Anda dapat makan sebanyak anda suka karena jumlah kalori yang dikonsumsi tidak berarti berkaitan dengan penambahan bobot badan. Yang penting, apa yang di makan dan bagaimana cara memakannya.

“Jenuh Insulin”

Begini ceritanya. Tubuh kita memiliki keseimbangan hormone untuk mengatur metabolism. Energy dari makanan di dalam tubuh akan diubah menjadi gula darah. Untuk menyimpan gula itu sebagai cadangan energy, hadirlah hormone insulin. Sementara hormone glucagon berperan “memakai” atau membakar gula itu menjadi energy.

Dikala terjadi kelangkaan makanan atau kelaparan berkepanjangan, insulin meningkan perannya. Dalam kondisi itu energy sebisa mungkin dihemat. Hormone inilah yang membuat orang primitive bertahan hidup di zaman yang tidak mudah mendapatkan makanan. Sebaliknya, di zaman serba mudah memperoleh makanan, insulin justru membuat kita terbunuh.

Jika mengonsumsi makanan bersumber KH, kadar insulin darah kita meningkat. Bahkan, peningkatan itu sudah berlangsung sejak melihat, mengecap, atau memikirkan makanan itu. Ini fase pertama gejala resistensi insulin.

Bila kondisi dalam fase pertama berlanjut, sel-sel organ tubuh bakal “jenuh” dengan insulin. Sel-sel terutama di hati dan otot, memblok insulin sehingga insulin dan gula darah yang masuk ke dalam organ itu berkurang. Akibatnya, si insulin menuju ke jaringan lemak. Tabungan lemak kita pun menjadi bertumpuk dan obesitas mulai menampakkan diri. Tahapan ini dinamakan fase kedua resistensi insulin.

Pada fase ini kelainan-kelainan mulai muncul, seperti peningkatan tekanan darah dan kandungan kolesterol darah. Akibatnya pembuluh darah menjadi kaku dan menyempit. Istilah medisnya arterosklerosis. Bila terjadi pada pembuluh darah jantung, pintu masuk penyakit jantung koroner pun terbuka lebar.

Seandainya fase kedua terus berlanjut, sejumlah organ kita mengalami kekurangan gula (hipoglikemi). Organ paling peka terhadap kondisi ini adalah otak. Kalau pasokan gula untuk sel-sel otak tidak cukup, muncullah gejala berupa perubahan mood yang membuat kita irritable, kelelahan, tak mampu berkonsentrasi, depresi, dan sakit kepala.

Untuk mengatasinya tubuh akan semakin keras mencari gula. Kita pun dibuat sedemikian rupa untuk harus mengonsumsi makan sumber KH. Konsumsi KH kita semakin tak terkontrol. Kita pun masuk ke fase ketiga resistensi insulin. Pada fese ini tekanan darah dan proses arterosklerosis semakin meningkat.

Begitu lemak menjadi “jenuh” insulin, kita memasuki fase keempat. Insulin dan gula darah tidak lagi bias disalurkan ke mana-mana. Keduanya terjebak dalam peredaran darah. Maka terjadilah diabetes tipe 2 – diabetes yang didapat setelah dewasa. Saat ini tekanan darah sulit dikontrol dan arterosklerosis memasuki tahap lanjut. Serangan jantung tinggal menunggu waktu.

Insulin menaikkan tekanan darah melalui dua cara :

  • Pertama, mempengaruhi secara langsung system saraf simpatis yang langsung meningkatkan kerja jantung.
  • Kedua, dengan menahan natrium dan air dalam darah sehingga volume darah meningkat, yang akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
  • Ketiga, arterosklerosis membuat pembuluh darah menyempit sehingga tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah lebih tinggi. Jadi, insulin bertanggung jawab terhadap kasus-kasus hipertensi primer.
Karena insulim merupakan pintu menuju sejumlah penyakit tadi, maka insulin pulalah yang menjadi kunsi pemecahannya. Mencegah reisitensi insulin dengan menjalani gaya hidup yang dapat mengontrol kadar insulin perlu dilakukan untuk membebaskan diri dari empat penyakit yang disebut di muka.

Utamakan rendah KH

Hal pertama yang perlu dilakukan untuk menggempur resistensi insulin yaitu membebaskan diri dari adiksi KH. Caranya, mengurangi jumlah Kh dan mengimbangi makanan tinggi KH dengan makanan ber KH rendah dalam komposisi menu makanan.

Dalam sebuah program jantung sehat untuk orang teradiksi Kh, dr. Richard Heller dandr. Rachel Heller menganjurkan agar makanan sumber KH dikonsumsi sekali dalam jadwal makanan kita sehari-hari. Itu pun tidak hanya berisi makanan sumber KH, melainkan diimbangi juga dengan protein dansayuran yagn ber KH rendah dalam porsi yang sama besar.

Gampangnya, bagilah porsi makanan kita dalam tiga bagian yang sama besar, 1/3 bagian makanan sumber KH, 1/3 bagian makanan sumber protein ber KH rendah, dan sisanya sayuran ber KH rendah. Untuk jadwal makanan lainnya dianjurkan mengonsumsi makanan rendah KH. Ngemil boleh saja, asalkan makananya rendah KH.

Bagi orang Indonesia makanan sumber KH yang utama adalah nasi. Makanan sumber protein ber KH rendah meliputi daging (ikan, sapi, ayam dsb). Tempe, tahu, dll. Semua sayuran, di ataranya bayan dan kangkung, juga ber KH rendah. Pada metode diet Heller kita dianjurkan makan nasi hanya satu kali sehari (umum nya kita makan tiga kali sehari), disertai makanan sumber protein dan sayur dengan perbandingan yang sama. Untuk jadwal makan lainnya kita boleh melahap makanan sumber protein dan sayuran sesuka kita, tetapi tanpa nasi.

Perlu diingat, buah merupakan bahan makanan yang mengadung fruktosa sehingga dapat pula menimbulkan peningkatan kadar insulin. Namun, bila buah dimakan sebagai buah utuh, fruktosa masih diimbangi oleh serat yang dikandung buah tersebut.

Lain cerita bila buah tersebut dijus. Pada buah yang dijus seratnya sudah hancur sehingga tidak ada yang mengimbangi kehadiran fruktosa yang bias merangsang peningkatan insulin. Berbagai buah tersebut, seperti apel, pisang, mangga, nenas, jeruk, dll, dianjurkan untuk dikonsumsi saat kita menyantap makanan ber KH tinggi dan tidak dianjurkan dilakukan pada jadwal makan lain.
Makanan sumber KH sebaiknya dihabiskan sekaligus dalam waktu tidak lebih dari satu jam. Jadi, jangan dicicil! Misalnya, kita makan cake satu jam setelah kita makan nasi. Bila hal itu terjadi, maka tubuh kita akan dua kali melepaskan insulin dalam jumlah besar, sehingga kalau keseringan akan menimbulkan resistensi insulin.

Bagaimana dengan lemak? Penenlitian menunjukkan, tidak semua lemak berbahaya bagi tubuh. Lemak yang meningkatkan insulin darah adalah lemak jenuh. Misalnya mentega, margarine, minyak kelapa, santan, dsb. Bahan-bahan tersebut biasanya tersembunyi dalam cookies, crackers, dan French fries. Sebaliknya, lemak tidak jenuh tidak berbahaya bagi insulin. Contohnya, minyak ikan, minyak zaitun, kacang, jagung dll.

Kita juga tidakperlu lagi pusing-pusing menghitung jumlah kalori makanan yang kita konsumsi serta diteror diet rendah lemak dan diet rendah garam. Besarnya kalori yang kita makan tidak menentukan berat tubuh kita.

Salah satu buktinya, Miller dan P Mumford mencatat pada 1967 beberapa orang mengonsumsi 8.000-10.000 kalori per minggu, tingkat konsumsi yang lebih tinggi dari kehilangan bobot badannya. Sebaliknya, ada pula orang yang makan jauh lebih sedikit dari umumnya, tapi bobot tubuhnya bertambah terus. Jadi, tidak penting berapa banyak anda makan, tetapi perhatikan apa yang dimakan dan cara memakannya.

Diet yang benar meletakkan dasar yang kokoh utnuk menjalani program-program berikutnya. Untuk menambah vitalitas, kita bias melakukan olahraga. Yang tak kalah penting, mengelola stress sehari-hari. Kurang aktif secara fisik dan stress bias pula memicu insulin.
Khususnya bagi kaum perempuan perlu juga member perhatian pada berbagai kontrasepsi hormonal. Substansi kontrasepsi tersebut juga dapat merangsang produksi insulin.

Sumber : Intisari

0 comments:

Posting Komentar

Bunda Dan Ananda © 2008 Template by:
bunda dan ananda