Selasa, 15 Oktober 2013

JANGAN ABAIKAN KECERDASAN RELIGI PADA ANAK



Apa itu kecerdasan religi ? Belum ada pengertian yang konkrit mengenai kecerdasan religi.

Selain kecerdasan ini merupakan sebuah konsep baru yang dikembangkan, konsepnya juga kompleks. Sama halnya dengan kecerdasan emosi, yang masih belum terdefinisi dalam sebuah teori yang dilakukan berdasarkan penelitian- penelitian. Tapi, untuk memahami lebih jauh mengenai kecerdasan religi, berikut penjelasannya.

Kecerdasan Religi


Tidak ada satupun teori yang membahas mengenai pengertian dari kecerdasan religi atau kecerdasan dan religi itu sendiri. Tapi untuk memahami apa itu kecerdasan religi, ada baiknya kita bahas satu per satu. Kecerdasan sendiri masih sukar untuk didefinisikan secara teori tapi untuk memudahkan, biasanya orang menganggap bila seseorang pintar dalam suatu bidang tertentu, maka orang tersebut dikatakan cerdas.

Sedangkan religi berasal dari bahasa latin, yaitu religio yang berarti prinsip kepercayaan kepada Tuhan. Jadi, kecerdasan religi merupakan penghayatan seseorang akan penciptanya, tentang ibadah-ibadah yang ada di agamanya, dan tentang bagaimana orang tersebut menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, yaitu hubungannnya dengan manusia lain.

Membangun kecerdasan religi pada anak

Mengenalkan anak pada suatu konsep Ketuhanan merupakan suatu tantangan tersendiri bagi orangtua. Karena, sebenarnya kemampuan anak untuk bisa memahami konsep Ketuhanan baru bisa berkembang pada usia 4 tahun ke atas. Di mana proses berpikirnya memang sudah memadai untuk bisa memahami tentang norma dan aturan-aturan. Pada usia 4 tahun anak sudah bisa mengenal konsep Ketuhanan, tapi dimana Tuhan secara konkrit anak masih belum mengerti. Jadi, pada dasarnya anak sudah bisa dikenalkan dengan ajaran agama ketika mereka sudah mulai bisa diajak bicara. Kenalkan anak dengan sholat, berdoa di gereja, dan lain sebagainya. Tapi jangan harapkan anak untuk melakukan kegiatan ini dengan sepenuh hati, karena di usia ini, anak hanya melakukannya berdasarkan perintah orangtua saja. Sedangkan pada anak usia sekolah dasar, yaitu 7 tahun ke atas, pemahamannya akan konsep Ketuhanan sudah lebih baik. Tanpa ada yang menyuruh atau melihat pun anak tetap akan melakukan aktivitas keagamaan seperti puasa, mengaji, sholat, sekolah minggu. Anak juga sudah mengerti akan dosa dan aturan salah atau benar.

Peran orangtua

Seringkali kita mendengar orangtua melibatkan punishment atau hukuman dalam mengajarkan anak untuk beribadah. Padahal tidak perlu sebegitunya kok, karena agama manapun pasti tidak menyulitkan hambanya untuk menjalankan dan mengajarkan suatu ibadah.

Inti dalam mengajarkan ibadah agama pada anak adalah seperti berikut ini:

A. Jadilah role model untuk anak-anak



Orangtua harus mencontohkan beribadah di depan anak-anaknya. Ajak anak beribadah ke Mesjid atau Gereja. Bila orangtua tidak shalat, anak kemungkinan besar akan ikut tidak shalat juga. Selain itu, kalau orangtua sendiri tidak shalat, bagaimana orangtua bisa mengajak anaknya untuk shalat.

1. Kurang dari usia 7 tahun, anak bisa diberikan reward/imbalan tertentu, misalnya bila dia sudah bisa melakukan ibadahnya dengan baik, anak dibelikan mainan yang sudah lama diinginkan atau makan puding kesukaannya. Sebaiknya di atas usia 7 tahun imbalan sudah tidak diberikan lagi.

2. Jika anak di atas 7 tahun, waktunya pembelajaran. Akan sangat baik sekali kalau anak mengikuti pendidikan agama. Mengantarkan anak mengaji juga bisa dilakukan orangtua sebagai salah satu cara mengajarkan anak akan pendidikan agama. Temani anak ketika sedang mengaji dirumah atau menunjukkan minat akan pendidikan agama juga bisa dilakukan orangtua, untuk memberikan pembelajaran agama pada anak.

3. Jika orangtua melihat anak sudah terbiasa melakukan perintah agama dengan baik, maka imbalan sudah tidak diperlukan lagi, tentunya melalui tahapan tertentu. Tapi jika orangtua masih ingin memberikan imbalan saat anak usia 7-8 tahun, tidak masalah. Karena terkadang masih banyak anak-anak yang tergoda dengan imbalan ini. Kecuali anak sudah berusia 10 tahun, tidak perlu diberikan imbalan lagi, karena pemahamannya akan konsep Ketuhanan dan imbalan terhadap ibadah sudah baik.



B. Dampingi anak dalam menjalankan ajaran agama.

Bagaimana bila orangtua tidak bisa mendampingi? Saat anak pulang dari tempat mengajinya, ajak anak berbicara dan tanya mengenai pelajaran di pengajian. Ajak anak berdiskusi mengenai pendidikan agama yang mereka dapatkan di sekolah atau ditempat ngajinya. Hal inilah yang terkadang lalai dilakukan orangtua.

C. Dengan belajar agama dan memahaminya dengan baik.

Setiap orang pasti akan menghayati adanya Tuhan, jadi tahu mana yang benar dan mana yang salah. Punya koridor dan aturan dalam menjalankan kehidupan. Berusaha menjaga hubungan yang baik sesama manusia. Dan yang terpenting, setiap orang harus belajar ikhlas dan berserah diri pada Tuhan dalam menghadapi suatu masalah. Pada intinya mengajarkan agama yang baik sudah bisa diajarkan ketika anak berusia 10 tahun, karena pemahaman anak akan religi sudah mulai baik.

Kesimpulan :

1. Sebaiknya dalam mengenalkan dan mengajarkan anak pada pendidikan agama, lakukan ketika anak dalam keadaan senang dan bahagia. Karena pada saat anak senang hormon-hormon stress ditekan, zat gula yang ada didalam darah total untuk makanan otak, jadi anak lebih cepat menyerap apa yang kita ajarkan.

2. Arti dari setiap ibadah juga perlu diajarkan pada anak-anak, karena dari situlah anak-anak akan mengerti maksud dan tujuan dari setiap ibadah yang dilakukannya. Ajarkan secara bertahap, misalnya hari pertama ajarkan anak arti kata Bismillah, dan hari berikutnya arti kata Alhamdullilah. Sanggupkah orangtua mengajarkan masalah ibadah ini? Tentu sejalan dengan penghayatan orangtua akan masalah Ketuhanan tersebut.

3. Bertanya pada diri sendiri, sudah seberapa jauh kecerdasan religi yang dimiliki orangtua. Kalau terasa masih kurang, orangtua bisa melakukannya lagi bersama anak-anak. Karena tidak ada orang yang sempurna dalam menjalankan ibadah agamanya.

0 comments:

Posting Komentar

Bunda Dan Ananda © 2008 Template by:
bunda dan ananda