Kamis, 06 Oktober 2011

ANAK BERMAIN SESUAI GENDER ?



Anak laki-laki dan perempuan berbeda dari aspek biologis, perkembangan motorik, kognitif, perkembangan sosial dan kepribadian. Ketika bermain bersama mereka, orang tua perlu memerhatikan perbedaan tersebut agar manfaat bermain, kesenangan bermain, dan kualitas interaksi orangtua dengan anak, menjadi optimal.

Di bawah ini panduan beraktivitas sesuai jenis kelamin anak dan orangtua.

  1. Ayah bermain dengan Anak Laki-laki. Saat bermain, anak laki-laki lebih mengembangkan kemampuan motorik kasar. Gerakan dan level aktivitas mereka cenderung lebih tinggi dibanding anak perempuan. Hal itu sama dengan kecenderungan sifat ayah yang lincah, cepat, kuat dan beraktivitas aktif. Aktivitas yang cocok seperti, lempar dan tangkap, cuci mobil dan berkemah.
  2. Ayah bermain dengan anak perempuan. Saat bermain dengan puteri kecilnya, ayah perlu membedakan perlakuannya sesuai dengan karakter fisik dan kepribadian umum anak perempuan. Aktivitas yang cocok seperti, diskusi tokoh idola, berenang, dan jalan-jalan ke taman bunga.
  3. Ibu bermain dengan si gadis kecil. Anak perempuan sangat menyukai kelembutan dan naluri untuk diasuh, dimana terdapat banyak skin to skin contact lewat belaian, pelukan dan ciuman. Anak perempuan juga suka akan keindahan, kerapian dan mengorganisir sesuatu, yang dapat dipelajarinya saat ia beraktivitas bersama ibu. Aktivitas yang cocok seperti, berdandan bersama, role play, dan meronce.
  4. Ibu bermain dengan si jagoan. Ibu bisa menjadi teman bermain seru bagi anak laki-lakinya, asalkan ibu cukup bugar, tidak jaim (jaga imej) dan bersedia kotor! Aktivitas yang cocok seperti, main lego, boneka tangan, dan melukis.
Aktivitas yang diberikan kepada anak laki-laki dan perempuan bisa sama, yang membedakan hanya cara membawakannya.

Menerapkan Pola Asuh yang Sensitif Gender

Menerapkan pola asuh yang sensitive gender, penting bagi anak laki-laki dan anak perempuan agar mereka berkembang secara optimal.

Terhadap perilaku anak laki-laki yang biasa lebih aktif dan agresif, ternyata orangtua tidak disarankan untuk melabel "nakal" atau "pemberontak", karena, memang demikianlah salah satu perbedaan antara perempuan dengan lelaki.

Perempuan memiliki daya ingat jangka panjang yang lebih hebat, sehingga mampu menyelesaikan soal dengan cara yang sudah diajarkan. Sementara lelaki punya kreativitas dan keberanian mengambil risiko yang lebih besar, sehingga lebih memilih menggunakan cara baru untuk menyelesaikan soal yang sama.

Pengetahuan tentang perbedaan gender antara anak laki-laki dan perempuan, dapat menjadi modal berharga bagi orangtua, dalam menerapkan pola asuh yang tepat bagi anak-anak dengan jenis kelamin berbeda.

Nature dan Nurture. Dulu, banyak kalangan berpendapat bahwa perkembangan peran jenis kelamin disebabkan oleh faktor bawaan saja (nature),seperti hormon, kromosom dan sebagainya, atau faktor lingkungan saja (nurture), misalnya yang didapat dari pola asuh, perlakuan lingkungan dan sebagainya. Padahal, melihat salah satu faktor tanpa mengaitkannya dengan faktor yang lain, sangat berbahaya bagi perkembangan anak. Karena pada dasarnya, kedua faktor tersebut saling memengaruhi. Pentingnya pola asuh yang sensitif terhadap gender atau peran jenis kelamin, untuk lebih memahami apa kebutuhan anak sesuai dengan jenis kelaminnya masing-masing. Perlakuan terhadap anak laki-laki tentu berbeda dengan perlakuan terhadap anak perempuan. Semua disesuaikan dengan keunikan masing-masing jenis kelamin, yang tentu berbeda secara biologis, perkembangan motorik dan kognitif, serta perilaku sosial dan kepribadiannya.

Sensitif sesuai takaran. Menerapkan pola asuh yang sensitif gender, sangat penting untuk menyesuaikan diri dengan keadaan dan kebutuhan anak. Orangtua bisa saja kurang sensitif dalam menerapkan pola asuh sesuai gender, sehingga semua anak, baik laki-laki maupun perempuan, diperlakukan sama. Misalnya, semua anak harus belajar tari balet atau semua anak harus berani membetulkan genteng, tanpa memerhatikan minat dan kenyamanan anak dalam melakukannya. Pola asuh yang kurang sensitif gender seperti ini, akan mengakibatkan anak merasa tidak nyaman, merasa kebingungan dalam berperan sesuai dengan jenis kelamin. Sehingga pada tingkat yang lebih serius, dapat berakibat pada kebingungan orientasi seksual hingga depresi.

Sebaliknya, perlakuan terlalu sensitif dalam menjalankan peran jenis kelamin, juga kurang baik pengaruhnya bagi anak. Misalnya, anak perempuan harus selalu memakai rok, tidak boleh bekerja kasar apalagi mencuci mobil, harus selalu menurut dan sebagainya. Sedangkan anak laki-laki tidak boleh menangis, tidak boleh memasak dan harus memakai pakaian berwarna gelap, dan sebagainya. Hal itu akan membuat anak merasa diperlakukan kurang adil, misalnya, membandingkan diri dengan saudaranya yang berbeda jenis kelamin, memiliki konsep diri yang terbatas, kurang fleksibel terhadap berbagai peran yang ada - misalnya bapak yang tidak mau menggendong bayi karena merasa tidak pantas laki-laki menggendong bayi - serta kurang sensitif atau kurang dapat berempati terhadap lawan jenis.

Yang paling tepat adalah pola asuh yang tidak keterlaluan sensitifnya, namun juga bukan tidak peka. Jadi, cukup sensitif dan fleksibel berada di tengah-tengah antara dua ekstrim tersebut. Bukankah tidak ada salahnya seorang anak laki-laki memiliki beberapa sifat feminin, seperti penuh kasih sayang atau lembut? Dan, anak perempuan juga boleh memiliki beberapa sifat maskulin, seperti mandiri dan berani mengambil risiko, jika semua itu merupakan nilai-nilai yang dibutuhkan sang anak dalam menggapai masa depannya.

Pola asuh seperti itu akan membuat anak menjadi lebih berpikiran terbuka, fleksibel, mudah beradaptasi dengan keadaan, terampil di berbagai bidang, lebih ekspresif, dan akhirnya akan membuatnya lebih bahagia dengan hidupnya.

Tips Pola Asuh Sensitif Gender

Menerapkan pola asuh yang sensitif gender, sangat penting untuk menyesuaikan diri dengan keadaan dan kebutuhan anak. Sesuikan juga dengan tahapan usianya.

*Anak usia 0 – 1,5 tahun
Pola asuh umum:
  • Orangtua sebaiknya banyak berdekatan dengan anak
  • Orangtua sebaiknya banyak membelai dan menggendong anak; keduanya tidak membuat anak jadi feminin atau manja.
  • Orangtua mulai mengenalkan rutinitas pada si kecil, sebagai fondasi disiplin.
  • Orangtua menstimulasi berbagai kecerdasan dengan berbagai cara.
  • Pola asuh sensitif gender
Anak perempuan:
  • Lebih membutuhkan kelembutan dibanding anak laki-laki, karena itu banyak sentuhan dan kelembutan.
  • Membutuhkan banyak tatapan mata untuk memenuhi kebutuhan afeksi.
Anak laki-laki:
  • Di usia ini lebih sulit diatur dan lebih rewel, karenanya, membutuhkan kesabaran untuk merawatnya.
  • Jika anak aktif, orangtua harus ikut lincah mengikuti gerakan mereka.
*Anak usia 1,5 – 3 tahun
Pola asuh umum:
  • Membutuhkan rumah yang aman untuk bereksplorasi, mengikuti area pergerakan mereka yang lebih luas.
  • Orangtua harus lebih kreatif memberi kegiatan yang variatif demi mengoptimalkan potensi si kecil.
  • Sudah harus mengenal disiplin yang diterapkan secara lebih konsisten.
  • 1,5 tahun adalah batas akhir anak mengeluarkan kata pertama, sehingga jika lebih dari 18 bulan ia belum bisa bicara, konsultasikan ke ahli tumbuh kembang.
Pola asuh sensitif gender:

Anak perempuan
  • Stimulasi dengan aktivitas kreatif yang bisa dikerjakan dengan tenang.
  • Anak perempuan juga senang mendengarkan cerita dan dongeng.
Anak laki-laki
  • Membutuhkan aktivitas aktif yang seru dan ruang gerak lebih luas untuk bereksplorasi fisik.
  • Membutuhkan disiplin positif yang lebih tegas, namun menyenangkan.
*Anak usia 3-6 tahun
Pola asuh umum:
  • Belum mengikuti pola pengajaran terstruktur di sekolah formal, namun sebaiknya diarahkan pada aktivitas yang teratur dan terarah untuk menyiapkan mereka.
  • Mulai mengenalkan cara menjaga kebersihan dan keamanan alat kelamin, misalnya, membersihkan kelamin anak perempuan dari depan ke belakang, anak laki-laki harus membersihkan kelamin setiap selesai berkemih. Ajarkan pula anak tidak sembarangan disentuh di tempat-tempat tertentu, untuk menghindarkan mereka dari pelecehan seksual.
  • Beri kesempatan anak bermain dengan teman.
  • Beri kesempatan belajar lebih mandiri dan bertanggung jawab.
Pola asuh sensitif gender:

Anak perempuan:
  • Anak perempuan lebih suka bermain pura-pura atau role playing.
  • Membutuhkan kegiatan mengobrol bersama untuk memenuhi kebutuhan afeksi.
Anak laki-laki:
  • Membutuhkan banyak aktivitas seru bersama teman sebaya.
  • Sebaiknya ayah memperkenalkan beberapa aktivitas laki-laki sederhana untuk mulai mengajarkan peran.

Berdasarkan hasil penelitian para ahli atau yang didapat secara statistik, terdapat beberapa perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Baik dari segi biologis, motorik, kognitif, emosi, perilaku hingga kepribadian.

Perbedaan biologis
  • berbeda (anak laki-laki XY, anak perempuan XX)
  • hormon berbeda (anak laki-laki memiliki hormon testosteron anak perempuan hormon esterogen)
  • alat kelamin berbeda, antara penis dan vagina
  • Ada perbedaan tinggi dan berat badan: anak laki-laki akan lebih tinggi dan berat dibanding perempuan, terutama setelah melewati masa pubertas.
  • Ada perbedaan usia pubertas: anak perempuan lebih cepat puber dibanding anak laki-laki.
Perbedaan motorik
  • Anak laki-laki lebih mengembangkan kemampuan motorik kasar karena pengaruh hormon testosteron, ditambah minat dan dorongan budaya.
  • Sebaliknya, anak perempuan lebih ke arah pengembangan motorik halus.
  • Jenis gerakan dan level aktivitas lebih tinggi pada anak laki-laki dibanding anak perempuan, sehingga anak laki-laki terkesan lebih kasar, sedangkan anak perempuan lebih halus.
Perbedaan kognitif
  • Jenis kecerdasan berbeda, meskipun secara umum kecerdasan anak laki-laki dan anak perempuan kurang lebih sama.
  • Daya ingat jangka panjang anak perempuan lebih baik, sedangkan anak laki-laki lebih baik dalam ingatan jangka pendek.
  • Anak perempuan lebih cepat belajar berbicara, kata-katanya lebih bervariasi, struktur kalimatnya lebih teratur. Hal ini disebabkan karena anak perempuan memiliki kebutuhan afeksi lebih tinggi, yang dapat terpenuhi lewat komunikasi.
  • Anak laki-laki lebih pintar secara spasial. Mereka lebih cepat ingat rute menuju rumah atau tempat favorit mereka. Mereka juga lebih cepat menangkap perbedaan bentuk dan perbedaan ukuran dari dua benda yang dibandingkan.
  • Kecerdasan dan nalar matematika anak laki-laki dan perempuan relatif sama. Namun anak perempuan cenderung mengerjakan soal seperti yang diajarkan guru, sedangkan anak laki-laki lebih inovatif dan kreatif dalam memecahkan masalah matematika. Ini juga disebabkan karena anak laki-laki jarang hafal apa yang diajarkan gurunya, sehingga mencari cara pemecahannya sendiri.
Perbedaan emosi
  • Anak perempuan lebih ekspresif menunjukan emosi sedih/kecewa, misalnya dengan menangis.
  • Anak laki-laki lebih ekspresif dalam mengungkapkan kemarahan, misalnya dengan membanting barang atau menendang mainannya.
  • Cara mengatasi stress berbeda. Perempuan dengan menjalin relasi, laki-laki dengan segera mencari solusi.
  • Anak perempuan lebih sensitif terhadap perasaan orang, dibanding anak laki-laki.
  • Perbedaan perilaku
  • Anak perempuan lebih mudah berempati, sehingga lebih mudah mengulurkan bantuan dibanding anak laki-laki.
  • Anak laki-laki lebih banyak melakukan permainan fisik, dibanding anak perempuan.
  • Dalam pengambilkan risiko, anak laki-laki lebih agresif. Anak laki-laki diuntungkan dengan kemampuannya melakukan permainan fisik ditambah pengaruh hormon testosteron. Tuntutan lingkungan juga mengakibatkan anak laki-laki lebih berani mengambil risiko.
  • Anak laki-laki dan anak perempuan kenakalan yang sama, namun anak perempuan lebih mengekspresikannya ke ekspresi verbal, misalnya menjelekkan orang lain, sedangkan anak laki-laki lebih ke perilaku.
Perbedaan kepribadian
  • Anak perempuan lebih banyak lahir dengan temperamen easy going atau mudah, sementara anak laki-laki lebih banyak masuk ke kategori difficult atau sulit. Lihat saja waktu menyusui, anak perempuan lebih mudah dipuaskan, sedangkan anak laki-laki lebih rewel.
  • Beberapa gangguan psikologis lebih banyak diderita oleh anak laki-laki dibanding anak perempuan, seperti tuna grahita, atau spektrum autisme.
  • Kesulitan belajar (learning disabilities) lebih banyak dialami laki-laki, misalnya hambatan membaca (disleksia), hambatan menghitung (diskalkulia ) dan hambatan menulis (disgrafia).
Dalam buku “Boys and girls learn differently” karya Michael Gurlan, M.D. dan hasil riset Gwenn O’Keeffe, M.D. dari North Shore Children’s Hospital, Massachusetts, serta Martin T. Stein, M.D. dari University of California, San Diego, AS, diungkapkan beberapa hal yang hanya dialami bayi laki-laki yaitu:
  • Lebih besar kemungkinan buta warna karena gen pembawa kelainan ini terkait pada kromoson X
  • Lebih mudah terserang infeksi saluran telinga tengah pada rentang umur 3 bulan sampai 3 tahun
  • Lebih mudah mengalami hernia sebab pada proses pembentukan testis sering terbentuk rongga pada dinding perut
  • Lebih lemah sistem pencernaannya, terutama pada umur 6 minggu
  • Lebih mudah kena asma
  • Lebih mudah meninggal akibat SIDS, terutama umur 1 minggu sampai 1 tahun. Penyebabnya belum diketahui
  • Lebih peka terhadap rasa asin.
www.ayahbunda.co.id

0 comments:

Posting Komentar

Bunda Dan Ananda © 2008 Template by:
bunda dan ananda