Sabtu, 13 Februari 2010

BERBAGAI TIPS UNTUK BUNDA

AGAR TAK NGERI KE DOKTER GIGI

Anak-anak umumnya ngeri bila harus ke dokter gigi. Namun Anda dapat membantu meredakan ketegangan mereka. Sebelum berkunjung ke dokter gigi, jelaskan pada si kecil apa yang bakal ia alami di dalam kamar praktek Pak atau Bu Dokter. Gunakan kata-kata sederhana yang gampang dimengerti.

Jelaskan padanya bahwa dokter akan mengintip ke dalam mulutnya dengan cermin khusus, menghitung jumlah giginya, dan menggunakan sebuah mesin kecil untuk membuat giginya jadi lebih berkilau. Tahu tentang apa yang bakal dihadapinya dapat membantu meredakan ketakutan dan kecemasan buah hati Anda, sekaligus memudahkan proses pemeriksaan gigi.


JIKA ALERGI MENYERANG ANAK

Seperti juga orang dewasa, anak-anak pun bisa menderita alergi karena suatu sebab. Misalnya saja alergi terhadap udara dingin atau debu. Banyak orangtua yang khawatir bahwa anaknya menderita penyakit tertentu jika tiba-tiba muncul perubahan mencolok dalam diri si anak.
Misalnya saja ketika anak Anda yang baru berusia 5 tahun tiba-tiba mengalami gejala seperti alergi. Dan uniknya gejala ini selalu terjadi saat malam, ketika anak belajar bersama orangtua di kamar yang ber-AC. Sehingga di bagian wajah, pada pipi terlihat merah-merah. Hal yang sama juga terjadi pada bagian tubuh lainnya seperti paha dan kaki yang bentol-bentol gatal.
Melihat penderitaan anaknya, orangtua mencoba menduga-duga penyebab munculnya penyakit tersebut. Atau jika pun telah dibawa ke ahlinya langsung (dokter) tetap khawatir dan bingung karena kondisi anaknya tidak membaik atau menunjukkan tanda-tanda perubahan.
Menurut dokter Iwan Handoko, perlu diperhatikan jangka waktu anak menderita hal tersebut? Harus diperhatikan apakah ada perubahan yang terjadi sebelum si anak mengalami alergi. Misalnya, tadinya tidak ada karpet di kamar tidur, sekarang ada karpet. Atau tadinya tidak ada boneka di kamar tidur sekarang ada. Ini cuma beberapa contoh. Tapi kalau munculnya gejala selalu di ruang khusus yang ber AC, maka mungkin saja AC menjadi penyebabnya. Atau ada sesuatu di ruangan tersebut. Ini juga harus dicari.
Lalu, bagaimana jika tidak ada perubahan setelah minum obat? Jika setelah minum obat, dia membaik, itu artinya ada perubahan dan hampir pasti penyebabnya adalah alergi. Masalah apakah dia kumat lagi, itu persoalan lain. Selama ada alergen yang mencetuskan alergi si anak, maka obat tidak akan berguna banyak. Obat hanya akan meredakan gejala. Untuk benar-benar menghilangkan gejala, alergen harus disingkirkan.
Tetapi dari keluhan ini, tampaknya anak tersebut memang kemungkinan besar menderita alergi. Masalahnya alergi apa?
Udara dingin dari AC dan juga debu-debu dari AC memang dapat menimbulkan alergi. Cara tesnya mudah saja. Coba untuk beberapa hari, jangan gunakan AC pada saat anak-anak belajar di kamar atau coba gunakan kamar lain yang tidak ber AC. Bila bentol- bentol dan kemerahan itu tidak muncul, maka hampir pasti penyebabnya adalah AC tersebut.
Namun jangan pula langsung cepat memvonis AC, sebab bisa jadi benda-benda di ruangan tersebut menjadi penyebabnya, misalnya karpet. Debu-debu yang menempel di karpet sangat sering menjadi penyebab munculnya alergi. Tapi, kalau anak tetap belajar di ruangan yang sama, cuma tanpa AC dan alergi tidak muncul, maka sebaiknya Anda bersedia untuk mematikan AC saat si kecil sedang belajar. Sebab udara dingin tidak bisa diatur lagi. Kalau karpet masih bisa dibuang, tapi kalau dingin?
Obat anti alergi hanya dapat menghilangkan gejala pada saat tersebut, tapi selama faktor pencetus alergi masih ada, maka alergi akan tetap muncul kembali. Bila kita berhasil menemukan penyebabnya, maka jalan terbaik adalah hindari penyebab tersebut. Jangan mengandalkan obat. Pemakaian terus menerus obat apapun, termasuk obat anti alergi, adalah tidak baik.
Bila ternyata AC sudah dimatikan, karpet sudah dikeluarkan, tapi masih alergi juga, mungkin ada baiknya anak tersebut menjalani tes alergi. Cuma, tes alergi pun tidak dapat menjamin 100% bahwa penyebab alergi tersebut pasti dapat ditemukan.

SEPATU SEHAT

Warna ceria dan desain bagus tak cukup. Ada sederet kriteria lain agar kaki mungil si kecil tetap sehat dengan sepatu barunya.

Sejak anak mulai berjalan, kakilah yang selalu menanggung beban terberat sepanjang hidupnya. Masalahnya, kadangkala Anda “menelantarkan” kakinya dengan memakaikan sepatu yang tak cocok. Apa yang perlu diperhatikan?

Saatnya harus tepat
Biasanya, bayi sudah mulai memerlukan sepatu sebelum ia bisa menapak lantai. Nah, sepatu semacam ini lebih berfungsi sebagai kaus kaki yang menghangatkan kaki serta aksesoris untuk mempercantik kaki ketika bepergian. Jadi, bahannya harus nyaman dan lembut. Juga, tidak boleh pas-pasan agar tidak menghambat pertumbuhan kakinya.
Sebenarnya, sepatu baru benar-benar dibutuhkan ketika si kecil belajar berjalan. Kalaupun ia sudah mulai belajar berjalan sendiri, tunggu dulu selama 6–8 minggu. Setelah “mantap” berjalan, barulah Anda boleh memakaikan sepatu. Kenapa begitu?
Sepatu berguna untuk melindungi kaki dari benda tajam, kotor, dan sebagainya. Namun, jika si kecil berjalan di dalam rumah yang bersih dan aman, biarkan saja ia berjalan tanpa alas kaki. Dengan bertelanjang kaki, ia belajar untuk mengenali benda yang disentuh kakinya. Misalnya, lantai yang dingin, kasar, licin, dan sebagainya.

Ukuran musti pas!
Ini berarti, sepatunya tidak boleh terlalu sesak, namun juga tidak terlalu longgar. Pasalnya, tulang kaki anak belum terbentuk sempurna sampai usia 6 tahun. Tulangnya masih muda dan lunak. Otot-otot dan jaringan ikat di kaki juga mudah “memuai”. Sepatu yang kekecilan dapat merusak pertumbuhan kakinya.
Sebaliknya, sepatu yang kebesaran juga tidak oke. Biasanya, Anda cenderung membeli sepatu yang ukurannya lebih besar dengan harapan waktu pakainya bisa lebih lama. Padahal, ketika si kecil berjalan, bagian belakang sepatu akan menggesek-gesek tumit kakinya. Akibatnya? Bukan saja proses berjalannya jadi terhambat, kulit kaki pun lecet.
Apa jalan ke luarnya? Ketika sedang mencoba-coba sepatu, tekan ujung depan sepatu anak. Ini cara mudah untuk mengetahui apakah ada sisa ruang di depan jarinya. Sebaiknya, jarak antara sepatu dengan ujung jari kaki terpanjang sekitar 2 cm. Atau, minta anak menggerakkan ujung jarinya. Jika ujung jarinya masih bisa digerakkan, maka sepatu pilihan sudah benar.
Sebagai catatan, jangan percaya begitu saja pada nomor sepatu anak. Karena, setiap pabrik punya standar ukuran sepatu yang beda-beda. Jika si kecil tidak ikut pergi, ukur panjang dan lebar kakinya, atau buat pola gambar kakinya dengan cara menjiplaknya pada secarik kertas.

Trik memilih sepatu
Apa saja yang perlu diperhatikan saat memberli sepatu anak?
• Sol empuk dan bertekstur. Dengan begitu, ia tidak mudah terpeleset.
• Penyangga telapak kaki empuk dan melengkung. Bagian melengkung di telapak kakinya jadi tersangga dengan baik. Untuk itu, tekan bantalan yang menyangga telapak kaki dengan jari.
• Lentur, sehingga kakinya jadi lebih fleksibel saat berjalan. Untuk mengecek kelenturannya, tekuk saja sepatu itu.
• Bahan kuat biar bisa melindungi kakinya.
• Ringan, agar langkahnya tidak terhambat.
• Tak mudah lepas. Sebaiknya sepatu anak memakai tali, gesper atau velcro (perekat).
• Jangan lupa kaus kaki.

Kapan Ganti Sepatu?

Pertumbuhan kaki anak memang sangat cepat. Agar pertumbuhannya tidak terhambat, sering-sering ukur kakinya. Idealnya, 3 kali setahun beli sepatu baru. Jangan tunggu sampai ujung jari anak tertekuk gara-gara sepatunya kekecilan!
Juga, segera ganti sepatu si kecil kalau kakinya lecet, ia menolak dipakaikan sepatu, serta susah melangkah. Yang pasti, jangan berikan sepatu bekas pada adik, karena sudah “tercetak” kaki pemilik awalnya, yakni sang kakak. Kalau dipaksakan juga, pertumbuhan kakinya bisa terganggu.

Agar Tidak Salah Ukur...

Mengukur sepatu sebaiknya dilakukan setelah si kecil beraktivitas selama 2-3 jam. Kok begitu? Kalau kakinya sudah agak “memuai”, tingkat keakuratan pengukuran sepatu bisa lebih tinggi.


Sumber: Nova
satuwanita.com

0 comments:

Posting Komentar

Bunda Dan Ananda © 2008 Template by:
bunda dan ananda