Rabu, 05 Mei 2010

INTEGRASI SENSORIK


Terapi Baru Atasi Gangguan Perkembangan

Bagi anak-anak yang memiliki masalah dalam perilaku dan perkembangan, seperti autis atau hiperaktif, terapi integrasi sensorik bisa menjadi salah satu alternatif.

Di usia 2,5 tahun, Arsya (5 tahun) belum menunjukkan tanda-tanda berbicara layaknya anak seusianya. Kata “ayah” dan “ibu” saja tak kunjung keluar dari mulut mungilnya. Ia hanya bisa ber-“u-u-u” atau “bu-bu-bu” saja.

Menjelang usia 4 tahun, kemampuan bicaranya masih belum berubah. Ini berlangsung sampai Arsya akhirnya menjalani terapi sensory integration sesuai dengan rekomendasi seorang ahli.
Dan hasilnya luar biasa. Tak sampai setahun, ia sudah dapat merangkai kalimat. Bukan hanya itu. Kini, di usianya yang ke-5, kemampuan bicaranya berkembang dengan normal.

Apa itu integrasi sensorik?

Dalam bukunya “ Sensory Integration and the Child ” ( Western Psychological Services , 1994), dr. Jean Ayres , Ph.D , terapis anak dari Amerika Serikat, mendefinisikan integrasi sensorik atau sensory integration sebagai “pengaturan input sensor”. Apa artinya?

Untuk gampangnya begini. Setiap saat, si kecil akan menerima beragam input yang disampaikan ke otak melalui kelima pancainderanya. Nah, informasi tersebut bisa tak sengaja diperoleh (seperti suara-suara di sekitarnya) atau sengaja dicari (seperti membaca buku).

Tentu saja, otak tidak akan “melahap mentah-mentah” semua input yang masuk tadi. Makanya, otak akan memilah-milah dan menseleksi mana yang perlu diperhatikan dan mana yang perlu diabaikan. Kemudian, otak akan memutuskan apakah input tersebut akan direspons dalam sebuah reaksi, ataukah hanya disimpan dalam memori saja. Nah, untuk mengolah semua input yang masuk itu, diperlukan sebuah proses integrasi sensorik (untuk lebih jelasnya, silakan simak boks “5 Tahap Proses Integrasi Sensorik”).


Terapi Penyembuhan

Bisa saja, proses integrasi sensorik seorang anak tidak bekerja dengan baik. Kalau otak tidak dapat memproses input dengan baik, maka otak juga tidak bisa mengatur perilaku si kecil secara efektif. Padahal, tanpa integrasi sensorik yang baik, proses belajar jadi sulit dan anak juga merasa tidak nyaman akan dirinya sendiri. Akibatnya si anak akan sulit beradaptasi terhadap tekanan-tekanan dan tuntutan-tuntutan dari luar.

Sebaliknya, bila ia mampu mengintegrasikan berbagai input dengan baik, maka otaknya dapat berkembang dengan baik pula. Hasilnya, ia akan menunjukkan tingkat perkembangan motorik, kognitif, emosi, dan sosialisasi sesuai usianya. Nah, terapi integrasi sensorik ini adalah cara ampuh untuk memulihkan kemampuan anak untuk mengintegrasikan sinyal yang ia terima dari dunia luar.

Yang harus dicatat adalah sebelum serta merta menggabungkan anak anda ke kelas terapi ini, Anda perlu konsultasi dulu ke dokter. Biasanya pemeriksaan dilakukan dengan :

Tes khusus dan observasi terhadap respon anak antara lain terhadap stimulasi sensorik, keseimbangan dan postur tubuh.

Wawancara dengan orang tua untuk mengetahui perkembangan anak dan perilaku anak sehari-hari.
Pada prinsipnya, dengan terapi ini anak disuruh melakukan serangkaian aktivitas dengan memakai alat-alat tertentu dibawah bimbingan seorang terapis. Semua alat-alat ini secara khusus dirancang untuk memberikan rangsangan pada lokasi-lokasi sensor

Sekilas, bagi yang pertama kali melihatnya, terapi ini tampak seperti permainan saja. Misalnya, anak disuruh bermain lilin. Sebenarnya, aktivitas ini berfungsi untuk mengirim impuls taktil (perabaan) ke otak.
Setiap anak akan mendapat 1 jam terapi, baik kasus yang ringan maupun berat. Sedangkan durasinya tergantung dari kemampuan anak. Misalnya, jika anak takut bermain trampolin, ia tidak akan dipaksa. Hitungan waktu bukan suatu patokan dalam melakukan terapi, tapi hanya suatu stimulasi agar anak dapat melakukan terapi dengan baik dan bervariasi.
Tapi ingat, terapi ini tidak akan berhasil jika orang tua “melepaskan” anaknya begitu saja pada terapis. Artinya kerjasama antara orang tua dan terapis sangat diperlukan agar dicapai hasil yang optimal.

Disfungsi integrasi sensorik kerap ditemukan pada anak-anak yang mengalami masalah :

  • AD/HD ( attention deficit and hyperactivity disorder ) atau hiperaktif.
  • Autism Spectrum disorders (autisme), termasuk di antaranya sindrom asperger (salah satu varian autisme dengan ciri khasnya, yakni anak sangat asyik atau sangat berminat pada satu hal).
  • Developmental language delays (keterlambatan bicara), baik dalam bahasa ekspresif (mengutarakan) maupun reseptif (memahami).
  • Gangguan belajar.
  • Palsi serebral (perkembangan otak yang abnormal, yang ditandai dengan lemah dan tidak terkoordinasinya lengan dan kaki) ringan dan mental retardasi ringan.


Siapa yang Mengalami

Disfungsi integrasi sensorik kerap ditemukan pada anak-anak yang mengalami masalah :

  • AD/HD ( attention deficit and hyperactivity disorder ) atau hiperaktif.
  • Autism Spectrum disorders (autisme), termasuk di antaranya sindrom asperger (salah satu varian autisme dengan ciri khasnya, yakni anak sangat asyik atau sangat berminat pada satu hal).
  • Developmental language delays (keterlambatan bicara), baik dalam bahasa ekspresif (mengutarakan) maupun reseptif (memahami).
  • Gangguan belajar.
  • Palsi serebral (perkembangan otak yang abnormal, yang ditandai dengan lemah dan tidak terkoordinasinya lengan dan kaki) ringan dan mental retardasi ringan.

5 Tahap Proses Integrasi Sensorik

  • Registration: otak menyadari datangnya suatu input. Misalnya, si kecil yang sedang bermain mendengar suara ibu memanggilnya. Di sini, dalam di otak anak terdaftar adanya input yang masuk, yaitu suara ibu.
  • Orientation: otak memperhatikan atau mengabaikan input. Misalnya, si kecil kemudian memperhatikan suara ibu.
  • Interpretation: otak mengartikan input. Dalam proses ini, si kecil membandingkan input yang sedang diperhatikannya dengan pengalaman lalu atau membandingkan pengalaman lalu dengan hal yang sedang terjadi. Misalnya, si kecil teringat bahwa pada kejadian yang lalu, sang ibu memanggilnya untuk memberinya susu.
  • Organization: otak memutuskaninput dan apa yang akan dilakukan terhadap input tersebut. Misalnya, si kecil kemudian bereaksi, yakni berhenti bermain, serta memutuskan akan melaksanakan suatu tindakan, yaitu menoleh ke arah sang ibu sambil mengangkat tangannya. Ini dilakukannya karena pada kejadian sebelumnya, dia ingat, ibu memanggil untuk memberinya susu dan tindakannya pada waktu itu adalah menoleh dan mengangkat tangannya untuk menerima susu).
  • Execution: tindakan nyata terhadap input tersebut. Tindakan yang dilakukan bisa berupa respon motorik, emosi maupun kognitif. Di sini, si kecil kemudian melaksanakan tindakan nyata, berupa menoleh dan mengangkat tangan.

Penyebabnya Masih Belum Pasti

Menurut dr. Ayres, penyebab pasti kurang berfungsinya integrasi sensorik belum diketahui. Menurutnya, sampai kita dapat melihat apa yang terjadi dalam otak, semua masih merupakan hipotesa. Sayangnya, lagi-lagi, hal ini sampai sekarang belum juga dapat dilakukan.

Sekalipun demikian, dugaan sementara menunjukkan ada beberapa faktor yang berperan dalam “mengganggu” otak memproses input sensorik dengan baik:

  • Air yang terkontaminasi.
  • Virus.
  • Zat-zat kimia.
  • Bayi yang tidak cukup mendapat oksigen waktu lahir.
  • Anak-anak yang kurang memiliki kontak dengan orang dan benda sekitarnya,


Kenali Lokasi Sensori

  • Taktil
    Lokasi: kulit dan sebagian selaput lendir.
    Fungsi: meneruskan informasi rabaan, sepertu halus, kasar, panas, dingin, dan sebagainya.


  • Proprioseptif
    Lokasi: otot dan persendian, serta diaktifkan oleh kontraksi dan gerak otot.
    Fungsi: meneruskan informasi posisi dari bagian-bagian tubuh dan bagaimana bagian tersebut bergerak.
    Catatan: input proprioseptif cenderung bersifat terapeutik (memperbaiki kerja otak).


  • Vestibuler
    Lokasi: telinga tengah.
    Fungsi: meneruskan informasi mengenai gerakan dan gravitasi.


  • Visual
    Lokasi: retina mata.
    Fungsi: meneruskan informasi visual mengenai benda dan orang.
    Catatan: anak yang memiliki kepekaan khusus terhadap input visual akan terganggu oleh sinar yang menyilaukan.


  • Auditory
    Lokasi: telinga tengah.
    Fungsi: meneruskan informasi dari suara-suara di sekitar, apakah halus ataukeras, bagaimana intonasinya, dan frekuensinya.


  • Gustatory
    Lokasi: lidah.
    Fungsi: meneruskan informasi tentang rasa zat yang dikecap, apakah manis, asin, pahit, dan sebagainya.
    Catatan: anak yang terlalu peka bisa muntah karena rasa asin, misalnya.


  • Olfaktori
    Lokasi: selaput lendir hidung.
    Fungsi: meneruskan informasi mengenai bau-bauan.
    Catatan: anak yang terlalu peka akan muntah begitu mencium bau-bau tertentu.



0 comments:

Posting Komentar

Bunda Dan Ananda © 2008 Template by:
bunda dan ananda